17 September 2007

Tiba-tiba Ramadhan telah tiba kembali
Tiba-tiba banyak hati yang terbuka
Tiba-tiba banyak orang yang sadar....
Kalau dirinya seorang Muslim ..........
Kalau dirinya banyak dosa ...............
Kalau dirinya tanpa pegangan ............

Tiba-tiba masjid jadi lautan manusia
Tiba-tiba orang-orang banyak berdoa
Tiba-tiba yang datang ke masjid adalah orang asing
Tiba-tiba mereka menjelma menjadi sosok yang lain dari hari-hari biasa
Tiba-tiba banyak orang berjilbab
Tiba-tiba banyak orang mengaji
Tiba-tiba banyak orang bermurah hati

Tapi, tiba-tiba.............................
Tiba saat akhir Ramadhan .............
Tiba usai akhir Ramadhan yang penuh berkah
Tiba-tiba banyak orang jadi bunglon, kulit berubah warna
Jamannya adalah sumbunya ............
Ia rela diperbudak dunia ..................
Masya Allah ..............................
Jilbab hanya topeng belaka
Mengaji hanya trend katanya
Bermurah hati hanya ria motifnya
Apalagi ke masjid .................
Mumpung musim katanya ....................
Masya Allah ...........................
Ya, Allah....... Aku berlindung kepada Mu
Jangan aku termasuk orang yang tiba-tiba taat .........
Jadikanlah amal ibadahku di bulan Ramadhan ..........
Membuat hidupku lebih baik dari tahun yang lalu
Dan jangan jadikan puasaku hanya sekedar menahan lapar dahaga
Sementara maknanya tidak kudapati .......................
Ya, Allah ....... Semoga aku mampu menjalani training Akbar Mu
Ya, Allah........ Semoga aku dapat naik tingkat pada training berikutnya
Sehingga dari waktu ke waktu hidupku tambah berarti ....................
Dan aku pun siap,
jika tiba-tiba kau menjemputku ...........................
***
Kiriman seorang teman di sebuah Milist, semoga bisa jadi renungan kita semua khususnya Saya. Selamat menunaikan ibadah Puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadhan. Mohon Ma'af Lahir dan Bathin.
-Bunda Naila-

06 June 2007

Especially for You, Mom On Your Birthday


With Love, warm thoughts, happy times, and pleasant memories are so much a part of you... And because you mean so much, this comes to wish you an especially happy birthday with love. Thank for every thing. Hoping you have a wonderful day.

picture's taken from: bluemontain.com

05 June 2007

Jadi Orang Aneh

"Dunia memang aneh", gumam Pak Ustadz
"Apanya yang aneh Pak?" tanya penulis yang fakir ini.
"Tidakkah antum perhatikan disekeliling antum, bahwa dunia menjadi
terbolak-balik, tuntunan jadi tontonan, tontonan jadi tuntunan, sesuatu yang wajar dan
seharusnya dipergunjingkan, sementara perilaku menyimpang dan kurang ajar malah menjadi pemandangan biasa"
"Coba antum rasakan sendiri, nanti Maghrib, antum kemasjid, kenakan pakaian yang paling agus yang antum miliki, pakai minyak wangi, pakai sorban, lalu antum berjalan kemari, nanti antum ceritakan apa yang antum alami" Kata Pak Ustadz.

Tanpa banyak tanya, penulis melakukan apa yang diperintahkan Pak Ustadz, menjelang maghrib, penulis bersiap dengan mengenakan pakaian dan wewangian dan berjalan menuju masjid yang berjarak sekitar 800m dari rumah. Belum setengah perjalanan, penulis berpapasan dengan seorang ibu muda yang sedang jalan-jalan sore sambil menyuapi anaknya "Aduh, tumben nih rapih banget, kayak pak ustadz, mau kemana sih ? tanya ibu muda itu.

Sekilas pertanyaan tadi biasa saja, karena memang kami saling kenal, tapi ketika dikaitkan dengan ucapan Pak Ustadz diatas, menjadi sesuatu yang lain rasanya;
"Kenapa orang yang hendak pergi kemasjid dengan pakaian rapih dan memang semestinya seperti itu ditumbenin ?

Kenapa justru orang yang jalan-jalan dan ngasih makan anaknya ditengah jalan, ditengah kumandang adzan maghrib menjadi biasa-biasa saja ? Kenapa orang ke mesjid dianggap aneh?
Orang yang pergi ke mesjid akan terasa "aneh" ketika orang-orang lain justru tengah asik nonton sinetron "intan".

Orang ke mesjid akan terasa "aneh" ketika melalui kerumunan orang-orang yang sedang ngobrol dipinggir jalan dengan suara lantang seolah meningkahi suara panggilan adzan.
Orang kemasjid terasa "aneh" ketika orang lebih sibuk mencuci motor dan mobilnya yang kotor kehujanan. Ketika hal itu penulis ceritakan ke Pak Ustadz, beliau hanya tersenyum,
"Kamu akan banyak menjumpai "keanehan-keanehan" lain disekitarmu" , kata Pak Ustadz.
"Keanehan-keanehan" disekitar kita ?

Cobalah ketika kita datang kekantor, kita lakukan shalat sunah dhuha, pasti akan nampak "aneh" ditengah orang-orang yang sibuk sarapan, baca koran dan ngobrol.
Cobalah kita shalat dhuhur atau Ashar tepat waktu, akan terasa "aneh", karena masjid masih kosong melompong, akan terasa aneh ditengah-tengah sebuah lingkungan dan teman yang biasa
shalat diakhir waktu.

Cobalah berdzikir atau tadabur al qur'an ba'da shalat, akan terasa aneh ditengah-tengah orang yang tidur mendengkur setelah atau sebelum shalat. Dan makin terasa aneh ketika lampu
mushola/masjid harus dimatikan agar tidurnya tidak silau dan nyaman.
Orang yang mau shalat malah serasa menumpang ditempat orang tidur, bukan
malah sebaliknya, yang tidur itu justru menumpang ditempat shalat.
Aneh bukan ?

Cobalah hari ini shalat jum'at lebih awal, akan terasa aneh, karena mesjid masih kosong,
dan baru akan terisi penuh manakala khutbah kedua menjelang selesai.

Cobalah anda kirim artikel atau tulisan yang berisi nasehat, akan terasa aneh ditengah-tengah kiriman e-mail yang berisi humor, plesetan, asal nimbrung, atau sekedar gue, elu, gue, elu dan test..test, test saja.
Cobalah baca artikel atau tulisan yang berisi nasehat atau hadits, atau ayat al qur'an,
pasti akan terasa aneh ditengah orang-orang yang membaca artikel-artikel lelucon, lawakan yang tak lucu, berita hot atau lainnya.

Dan masih banyak keanehan-keanehan lainnya, tapi sekali lagi jangan takut
menjadi orang "aneh" selama keanehan kita sesuai dengan tuntunan syari'at dan tata nilai serta norma yang benar. Jangan takut "ditumbenin" ketika kita pergi kemasjid, dengan pakaian
rapih, karena itulah yang benar yang sesuai dengan al qur'an (Al A'raf:31) Jangan takut dikatakan "sok alim" ketika kita lakukan shalat dhuha dikantor, wong itu yang lebih baik kok, dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul gak karuan.

Jangan takut dikatakan "Sok Rajin" ketika kita shalat tepat pada waktunya,karena memang shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya terhadap orang-orang beriman.
Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamuTelah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa*).

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman. (Annisaa:103) *

Jangan takut untuk shalat jum'at dishaf terdepan, karena perintahnya pun
bersegeralah. ....
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli (1475), yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (Al
Jumu'ah:9)
[1475] Maksudnya: apabila imam Telah naik mimbar dan muazzin Telah azan di
hari Jum'at,
Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan
meninggalakan semua pekerjaannya.

Jangan takut kirim artikel berupa nasehat, hadits atau ayat-ayat al qur'an, karena itu adalah sebagian dari tanggung jawab kita untuk saling menasehati, saling menyeru dalam kebenaran, dan seruan kepada kebenaran adalah sebaik-baik perkataan;

*Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
" Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri ?" (Fusshilat:33)

Jangan takut artikel kita tidak dibaca, karena memang demikianlah Allah
menciptakan ladang amal bagi kita.

Kalau sekali seru, sekali kirim artikel lantas semua orang mengikuti apa yang kita serukan, habis donk ladang amal kita....
Kalau yang kirim e-mail humor saja, gue/elu saja, test-test saja bisa kirim e-mail setiap hari,
kenapa kita mesti risih dan harus berpikir ratusan atau bahkan ribuan kali untuk saling memberi nasehat, aneh nggak sih ?

Jangan takut dikatain sok pinter, sok menggurui, sok tahu, lha wong itu yang disuruh kok, "sampaikan dariku walau satu ayat"

Jangan takut baca e-mail dari siapapun, selama e-mail itu berisi kebenaran dan bertujuan untuk kebaikan. Kita tidak harus baca e-mail dari orang-orang terkenal, e-mail dari manajer atau dari siapapun kalau isinya sekedar dan ala kadarnya saja, atau dari e-mail yang isinya asal kirim saja.

Mutiara akan tetap jadi mutiara terlepas dari siapapun pengirimnya. Pun sampah tidak akan pernah menjadi emas, meskipun berasal dari tempat yang mewah sekalipun.

Lakukan "keanehan-keanehan" yang dituntun manhaj dan syari'at yang benar. Jangan takut mengatakan perkataan yang benar (Al Qur'an & Hadist), meskipun akan terasa aneh ditengah hingar bingarnya bacaan vulgar dan tak bermoral.

Lagian kenapa kita harus takut disebut "orang aneh" atau "manusia langka" jika memang keanehan-keanehan menurut pandangan mereka justru yang akan menyelematkan kita.

Selamat jadi orang aneh ....

Source: unknown

28 May 2007

Memikat Cinta

"Aku nyari - nyari koki yang cocok buat lidahmu, ternyata ada di dalam diriku! He... He, masakan spesial untukmu malam ini"


SMS dari suami saya yang terlalu Pede ini datang begitu melambungkan rasa bahagia. Kejutan yang bagi saya tidaklah kecil nilainya. Amat berharga dan bernilai emosi tinggi.

Saya hafal dengan kebiasaannya. Ketika dia mengirimkan pesannya tersebut, hampir bisa dipastikan dia tengah berkutat didapur. Meramu masakan yang entah apa namanya. Biasanya semua bumbu instant dicampur ke dalam masakan: kecap asin, minyak wijen, garam, bawang goreng siap pakai, dan lain-lainnya. Hanya dia saja yang tahu persis rumus masakannya. "Rahasia" katanya setiap kali saya iseng menanyakan kunci keberhasilannya.
Padahal saya tidak serius untuk sungguh-sungguh ingin mengetahui racikannya tersebut. Saya tahu pasti, bumbu racikannya adalah campuran dari semua bumbu instant yang ada didapur kami.

Tapi saya tak perduli, itu tak teramat penting. Yang terpenting adalah nilai-nilai kejutan yang selalu disodorkannya selama ini membuat hidup saya terasa lebih hidup dan penuh warna.
Suami saya mempunyai cara sederhana dan memikat untuk menunjukan perhatiannya. Selama ini, saya terhipnotis dengan kejutan-kejutan yang disampaikannya dengan gaya yang segar dan menyenangkan itu.

Kali ini saya tengah sibuk dikejar dengan tugas di kantor. Dan dari pagi saya belum sempat memberi kabar apapun untuknya. Tanpa diminta dengan sukarela dia mengirimkan setangkai bunga mawar yang indah lengkap dengan sebaris kalimat yang tertulis:
"Hai, terima aja apa adanya ya. Tq"

Ada tawa yang nyaris meledak! Saya tergelitik dengan usaha dan kerja kerasnya untuk menjadi sedikit romantis. Apa yang dikirimnya itu seketika menyegarkan fikiran dan perasaan. Walau hanya melalui SMS, mawar itu telah saya terima dengan rasa syukur tak terhingga.
***

Ya, begitulah. Dia telah banyak mengajarkan tentang sebuah perhatian kecil di tengah keterbatasan waktu dan materi yang kami miliki.

Ketika kita tidak bisa memberikan hal-hal besar menyenangkan yang membutuhkan ketersediaan materi untuk pasangan kita, kita harus bisa mencari, menemukan, untuk kemudian mengaplikasikan perhatian kecil tersebut dalam keseharian kita. Tak perduli betapa padatnya kesibukan yang kita miliki, seharusnya hal tersebut menjadi perhatian khusus yang tidak terganggu oleh alasan apapun.

Bukankah di tengah perjalanan kita bisa berkirim SMS dengan kata-kata menyenangkan dan kalimat motivasi yang membuatnya bersemangat? Bukankah kita bisa memberikan kejutan dengan mengirimkan surat pujian kita untuknya yang dikirim lewat pos ke alamat kantornya?


Atau jika ada sedikit uang, pergi saja ketoko buku, belikan buku yang terkait dengan hobi dan minatnya. Tidak sulit bukan?
Kita bisa melakukannya dengan cara dan gaya dan menurut kemampuan masing-masing. Yang dibutuhkan hanyalah mau atau tidak untuk melakukannya.

Yuk, kita buat proyek ini berjalan ditahun ini. Kita beri judul: Proyek Sederhana, Memikat dan Penuh Cinta!


Source: Milist Daarut Tauhid

14 May 2007

Ma'af


kata yang begitu diharapkan
kala hati terluka

yang ingin didengar
walau hanya sebatas kata

namun tak banyak lisan
yang mampu mengucapnya

hanya karena merasa
dirilah yg paling benar adanya

Sisa Energi

"Yang bener aja dong kak, masak tiap sabtu-minggu papa harus nemenin kamu maen atau jalan-jalan. Papa juga perlu istirahat kan tiap hari udah ke kantor, jadi perlu libur juga. Lagian jalan-jalan itu juga perlu duit kak. Udah maen aja dirumah sama adek"

Begitulah sepenggal jawaban seorang bapak kepada anaknya yang secara tidak sengaja saya dengar ketika melintas didepan rumahnya. Rupanya sang kakak mengajukan proposal untuk jalan-jalan kepada papanya. Namun sayang, sang papa yang sedang sibuk mengotak-atik motornya tidak mengabulkan keinginan si anak. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi si anak yang baru berusia sekitar 4 tahunan itu, langsung ngambek dan dengan mata berkaca-kaca masuk kerumah mengadukan kekecewaannya pada sang mama.
***

Sambil berjalan menuju rumah saya terus berpikir. Siapa yang salah ya? Si anak nggak salah kok ngajak jalan-jalan ortunya, mungkin dari senin-jum'at mama-papanya nggak ada dirumah karena harus kerja. Lalu begitu libur dia pasti akan nagih dan nuntut untuk menghabiskan waktu bersama mama-papanya entah maen dirumah atau jalan-jalan keluar rumah. Suatu hal -yang wajar saya kira. Tapi bagaimana jika hal tersebut jadi rutinitas weekend? Bukankah kita sebagai orang tua juga perlu istirahat sejenak setelah setiap hari sibuk dg urusan kerjaan. Mau tidak mau waktu istirahat itu akan terbentur dengan keinginan anak-anak untuk bermain bersama atau jalan-jalan. Belum lagi jika harus jalan-jalan, pasti akan memerlukan biaya minimal untuk makan atau transport. Bagaimana jika kondisi keuangan orang tua terbatas.

Kedua kondisi diatas bagaikan dilema bagi para orang tua yang yang setiap hari dari pagi hingga malam harus bekerja di kantor. Saya yakin tidak ada orang tua yang ingin mengecewakan anaknya, termasuk bapak tadi. Tapi kondisilah yang memaksa demikian. Mungkin karena lelah setelah 5 hari bekerja dari pagi hingga malam atau emang sudah tidak ada lagi dana untuk mengajak anak-anak sekedar jalan atau makan diluar.

Sehingga saat weekend yang bagi anak-anak kita adalah saat sangat dinantikan berharap dpt bermain bermanja dengan papa dan mamanya ternyata tidak sejalan dengan keinginan orang tua yang ingin beristirahan dari penatnya pekerjaan. Anak-anak hanya mendapatkan sisa energi pada saat weekend, ya energi yang tersisa setelah 5 hari bekerja.

Saya pun merasakan betapa beratnya menghadapai hal tersebut. Tak jarang setelah pulang kantor saya harus mengabaikan lelah dan letih karena harus menemani Naila maen atau harus membacakan cerita saat menemani tidurnya yang cukup larut malam. Bahkan rencana bangun siang atau istirahat saat weekend pun hampir selalu gagal karena tidak tega menolak ajakannya untuk jalan-jalan. Semua itu hanya karena Saya tak ingin anak saya mendapat sisa-sisa energi ataupun sisa perhatian. Walaupun tak bisa dipungkiri memang hanya itulah energi saya yang tersisa. Karena kadang saya pun pernah membiarkannya tidur dengan mbak atau maen dg mbak saat letih sudah tak kuasa lagi saya tahan atau saat pekerjaan tak mungkin ditinggalkan.

Dari kejadian itu saya jadi bisa merasakan betapa kecewanya Naila putri saya saat keinginannya untuk maen atau jalan-jalan bersama bundanya tak terpenuhi hanya karena bundanya sudah tak mampu lagi menahan letih atau saat bundanya sedang cekak sehingga untuk sekedar jalan atau makan diluar pun tak ada kemampuan. Ma'afkan bunda ya sayang.....

Semoga belum terlambat untuk memperbaiki segalanya. Semoga kita semua orang tua khususnya saya diberi kekuatan dan energi lebih untuk dapat mengasuh, mendidik serta mencurahkan kasih sayang kepada permata hati dan buah hati kita tidak dengan waktu dan energi yang tersisa.

Kita dituntut untuk lebih sabar dan kreatif mencari cara untuk menyeimbangakan waktu dikantor dan dirumah. Yang terpenting adalah kesadaran kita (Saya) selaku orang tua bahwa anak harus mendapatkan perhatian yang utama bukan sisa-sisa.





13 May 2007

Mati.....

akhir dari hidup yg fana
saat berjumpa dg sang pemilik jiwa
saat pertemuan dengan sang pemilik cinta
tak ada lagi riuh gelisah dunia
semua akan indah
ketika segalanya tertata
seperti arahanNya
mati....
aku tau itu pasti
aku pun akan mati

tapi....
jika boleh ku mohon
ku tak mau mati hari ini
bukannya ku takut mati
tapi ku masih butuh waktu
tuk benahi diri
dan....
lunasi jiwa yg tergadai oleh dosa

08 May 2007

Bingung...

Dari kemaren masih bingung....antar ikutan company outing atau nggak? Sejak awal sih udah daftar ikutan, bahkan kaos, travel bag serta buku panduan outing sudah diterima. Tinggal uang saku saja yang belum di bagi, emang biasanya dibagi setelah sampai dilokasi, supaya karyawan nggak melarikan diri pulang kerumah setelah menerima uang sakau he..he...

Biasanya gw nggak pernah absen ikutan outing tiap tahun. Emang sudah jadi rutinitas di kantor kalo outing tuh nggak ngajak keluarga, karena sasarannya emang keakraban antar karyawan dan biasanya tempat yang dituju jauh dari Jakarta . Kalo family day biasanya diperkenankan bawa seluruh keluarga, tapi lokasinya tidak jauh-jauh dari Jakarta, nah ini diconduct-nya setiap 5 tahun sekali.

Selama hampir lima tahun disini gw dah ngalamin 3 kali outing dan 1 kali family day. Kalo tahun ini ikut berarti dah 4 kali gw ikutan outing. Outing tahun lalu ke Tanjung Lesung resort didaerah Banten, dua tahun lalu outing ke Bali, tahun sebelumnya ke Malang. Tapi jujur paling seru itu pas di Tanjung Lesung, terutama di Beach Club-nya. Mungkin Karena Bali dan Malang adalah tempat yang udah sering gw kunjungin, secar sejak kecil gw tinggal di Banyuwangi dimana akses ke Bali atau Malang gampang banget getto loh. Pas di Tanjung Lesung sempet nyobain banana boat, snorkelling, Glass bottom boat dan aktifitas pantai lainnya, tapi satu yang nggak kesampaian cuma maen Jet Ski. Secara kulit udah item kebakar matahari. Seruuuu abiis....3 hari 2 malam jadi anak pantai he..he..he..


Kembali lagi ke planning outing tahun ini. Sampai hari ini (H-1) gw masih bingung. Peluang ikut dan nggak ikutan masih 40-60, artinya lebih banyak peluang untuk nggak ikut walopun cuma selisih 10% saja. Tapi secara tujuan, akomodasi dan acara kurang menarik gw jadi mikir-mikir lagi. Consideration-nya:
Nggak ikutan:
1. Dari hasil pooling ternyata Bus significantly win against air plane. Karena emang kebanyakan orang factory lbh memilih Bus daripada pesawat karena bisa ngefect ke jumlah uang saku. Kalo naik peasawat bisa jadi uang sakunya dikit. Dan jumlah orang factory lebih banyak daripada orang office, jadilah Bus yang menang. Hhhmm...ke Jogja naik Bis, selain pasti pegel gw jg termasuk orang yg gampang mabok kl naik Bus kelamaan apalagi kl jalannya berkelok-kelok kyk di puncak. Dijamin teler dijalan, jadi nggak enjoykan?
2. Tujuan Jogja, Solo Tawang Mangu, bukan tempat yg baru dan menantang. Baru bulan lalu tugas ke Jogja, jalan di Malioboro, Belanja di Mirota batik, lalu ke UGD (Unit Gawat Dagadu), trus Mall ambarukmo. Jadi rada-rada males kalo kesitu lagi.
3. Punya waktu lebih banyak buat maen bersama My beloved Naila, since office will be closed during the annual outing. Berarti gw punya waktu 2 hari (Kamis - Jum'at) untuk Naila ditambah weekend (Sabtu - Minggu) walaupun resikonya dipotong cuti 2 hari. Trus lagi kondisi si 'mbak' rada-rada nggak fit gitu, jadi agak worry ninggalin Naila.
Ikutan:
1. Uang saku yang lumayan gedhe, malah terbesar diantara outing-outing sebelumnya. Cukuplah buat blanja-blanja di Jogja. *ngiler.com*
2. Door Prize, dengan total nilai hadiah hampir 40 jt. Paling apes dapet voucher belanja di Carrefour. Lumayan juga...he..he..he..
3. Dah kadung janji ma Jeng Isna buat kopdaran lagi seperti biasa. Buat Jeng Isna di Jogja:
"Kalo aku ndak jadi ke Jogja jo nesu ya jeng....
4. Nggak enak ama temen2, my Boss masak acara keakraban kayak gini nggak ikutan
Tuh..kan malah bingung. Hhmm..mungkin perlu sholat istikharah nanti malam buat minta petunjuk mana yang terbaik. Semoga....
Cheers,
Bunda Naila

06 May 2007

Hangout.....

Categories: Daily Stoty Celoteh Naila

Setelah hampir 2 kali kehilangan my weekend karena urusan kerjaan dan kantor, Akhirnya, keinginan buat hangout bareng My Naila terwujud juga. Berikut reportase-nya:
*halaaah....sok jurnalis bgt seh*

H-3 'Rabu':
Pagi-pagi sekali, sekitar jam 6 pagi Naila bangun, seperti biasa minta susu. Setelah susu habis:

N:"Bunda kerja nggak?"
B:"Iya dong sayang...kan kakak juga sekolah hari ini"
N:"Kakak nggak mau sekolah, mau libur aja sama bunda"
B:"Loh kok?nanti aja hari sabtu kita jalan-jalan, hari ini kakak sekolah dan bunda ke
kantor. Ok nggak?" *Bujuk.com*
N:"Iya, tapi kakak mau jalan-jalan dulu pake sepeda, sama bunda"
B:"Ok, tapi jgn lama-lama ya" *sambil melirik jam 6.20 masih keburu lah*


akhirnya sebelum ngantor, bunda harus nemenin kakak naik sepeda keliling komplek. Walhasil, rutinitas baru ini berjalan selama 3 hari, dan selama itu pula bunda selalu sampe kantor jam 10.00 pagi *yang punya kantor ini hi..hi...3x*

H-1 'Jum'at':

Seperti bisa, begitu Naila membuka matanya saat bangun pagi:

N:"Bunda libur nggak?"


B:"nggak sayang...kan besok liburnya"


N:"besok kita jalan-jalan ya bunda, terus kakan Naila mau ke salon"


B:"ngapain ke salon kak?"

N:"Rambut kakak kan udah panjang, jadi mau dipotong"


B:"Dipotongnya sama bunda aja ya?"

N:"Nggak mauuu...maunya potong di salon" *Ngambek.com*


B:"Iya deh....ntar kita potong rambutnya disalon

Kebiasaan potong disalon ini muncul setelah Naila pernah nganter Bunda potong rambut & creambath di salon. Secara kebetulan rambut Naila juga dah mulai panjang, akhirnya Naila potong rambut juga di salon itu. Sejak itulah Naila selalu nggak mau dipotong sendiri rambutnya, dan slalu minta ke salon untuk potong rambut.


Hari H 'Sabtu'

Akhirnya hari yang dinanti tiba. Seperti biasa, Naila langsung menyusun agenda hari ini, sejak dia bangun pagi.

1. Jalan2 ke gramedia, beli beberapa buku aktifitas, vcd Barnie dan Dora yang sedang discount. Hhhmm...terpaksa harus disortir dahulu sebelum sampai kasir tentu tanpa pengetahuan Naila, jika tidak mau tekor alias over budget, secara semua yang diliat dan disukai langsung dimasukkan kedalam shopping bag. Ma'ap ya kakak...isi dompet bunda kan terbatas he..he..he..


2. Lets Dance bunda.....Sampe Timezone, seperti biasa langsung menuju beberapa permainan, seperti mobil, kapal dll. Hal yangbaru adalah....Naila mulai tertarik dengan dancing game. Emang belum bisa sih, tapi dia enjoy banget dengan musiknya, walaupun tanda yg diinjak belum tepat. Yasud...biarin ajalah mau dancing...asal nggak nangis minta supaya bunda ikutan dancing...he..he..he.. Akhirnya, berhasil juga membujuk Naila untuk pulang. Sampai rumah Naila langsung terlelap, karena kecapaian. Menjelang tidurnya Naila masih sempet bergumam, "Bunda Nanti bangun tidur ke salon ya". *gubrakzzz* Kirain dah lupa nih anak. Ternyata masih inget juga.

Karena udah terlanjur janji, akhirnya bunda pun mengantar Naila untuk potong rambut di salon deket rumah. Cuma nganter Naila doang, untung aja tarif anak2 berbeda dengan tarif dewasa, kalau tidak kan rugi boo :)Sepulang dari salon, "hi..hi..Kakak kayak Dora ya bunda?"
Hhmmm..... hikmah hari ini, ternyata anak kecil itu selalu inget akan janji yg kita ucapkan. Dia akan nagih terus tuh janji sampe kita menepatinya. So, berhati-hatilah jika berjanji pada anak-anak kita. Kalo nggak yakin bisa nepatin mendingan ga usah janji. Dari pada ntar ngajarin anak2 buat ingkar janji....iya nggak??? setuju nggak????

Cheers,

Bunda Naila

22 April 2007

Naila Ngantor di hari Kartini

Category: Daily Story Celoteh Naila

Sabtu kemaren, 21 April, ada acara peringatan hari Kartini di sekolahan Naila, semua murid diharapkan memakai pakaian daerah atau baju profesi atau baju olah raga untuk mengikuti pawai. Dalam buku penghubung yang dibagikan 4 hari sebelum hari-H itu semua murid diharapkan berkumpul di Si Komo Children Centre jam 7.30 pagi. Setelah mendapat informasi tersebut gw langsung mikir 'enaknya Naila pake baju daerah apa ya?' Mau cari penyewaan baju, nggak ada ide mau nyewa di mana. Lagian menurut info dari tetangga, udah telat kalo baru sewa hari gini, secara demandnya lagi banyak. Akhirnya diputuskan Naila pakai baju olah raga saja, supaya nggak ribet pagi2 didandani pake baju daerah. Belum tentu juga Naila mau didandani pake baju daerah, yang ada malah marah2 karena BeTe. Untungnya Naila manut aja, toh masih playgroup ini belum ngerti *excuse.com*

Masalah pertama beres! masih ada satu kendala lagi. Kebetulan gw harus masuk kantor secara ada project regional yang harus di conduct hari Sabtu-Minggu karena deadline-nya mepet banget. Hhhmm...sempet bingung gimana ngaturnya ya?? 'Kakak mau ikut lomba nyanyi tp dianter Bunda', itu permintaan Naila. Karena emang dia ikutan lomba nyanyi dalam rangka hari Kartini. Kali ini gw nggak pengen ngecewain Naila, akhirnya Naila gw tawarin ikutan ke kantor setelah dia lomba nyanyi. Jadi nggak harus nunggu sampe selesai acara, karena gw harus sampe kantor sebelum jam 12 siang. Deal!! Naila setuju. Bahkan dia tampak exciting banget pas gw tawarin ikut ke kantor. Setiap hari sebelum gw brangkat kantor dia selalu nanya, 'Hari ini kakak ikut kerja nggak bunda?' Sepertinya dia nggak sabar pengen ikutan gw ngantor. Maklum sudah lama dia nggak gw ajak ngantor. Terakhir kali pas umurnya masih 1 tahun.

Hari yg dinanti tiba, Naila bersiap ikutan lomba nyanyi tapi dia nggak ikutan pawai karena bangunnya kesiangan. Maklum hari sabtu, jadi udah terbiasa bangun siang he..he..he..

Sampe Komo jam 9 pagi, wuiihh....seruu jg ngeliat anak2 kecil didandanin pk baju daerah. Apa lagi yang ikut lomba fashion show. Tapi banyak jg yang nangis, mungkin mereka udah nggak betah pake kain, pake kebaya apalagi yang dipakein sanggul. Gw aja puyeng pake sanggul, gimana anak2 kecil itu ya. Ada juga yang nangis karena dipaksa naik panggung sama mamanya. Hhhmmm...obsesi ortu. Pelajaran berharga buat gw, gak boleh memaksakan kehendak ma anak.

Akhirnya giliran Naila untuk nyanyi. 'Peserta selanjutnya Naila...mau nyanyi apa sayang?', tanya MCnya. ' I love you', jawab Naila. Akhirnya dengan muka yang agak tegang naila mulai menyanyikan salah satu lagu favoritnya dari film Barnie. Mungkin grogi kali ya, harus nyanyi diatas panggung, pake music, jadinya Naila nyanyi tanpa ekspresi dan gaya. Seperti tentara yang lagi baris he..he..he..It's OK... latihan tampil di depan umum.



As schedule, jam 10an langsung meluncur ke Jakarta ke kantor Bunda. Wah Naila seneng banget, malahan dia pamit ke si mbak 'Naila mau kerja dulu ya....'

Sampe kantor jam 11.30, wuiih...Naila makin seneng aja ngeliat komputer dan ruang kerja Bunda yang penuh boneka dan foto-fotonya. Apalagi liat telpon nganggur, makin seneng lah dia, telpon sana-telpon sini selama gw tinggal supervise project yg lagi jalan. Begini nih gaya karyawan cilik ngantor....



Untung juga, my boss nggak masalah ada tambahan karyawan cilik he..he..he.. malah pas Naila pengen nonton TV dia masuk ke ruangan boss gw yang expatriat secara diruangannya ada TV nya.


Naila tampak puas banget, jadi karyawan sehari. Sampai akhirnya dia kecapaian dan tidur puulas banget di mobil dalam perjalan dari kantor sampai rumah.

'Nanti kakak ikut ke kantor bunda lagi ya...' celetuknya setelah sampai rumah. ' Iya', jawabku. 'Wah bisa2 nggak kerja gw, secara kompie gw dipake buat nyetel VCD Dora ama Barnie', batin gw dalam hati.

Cheers,

31 March 2007

Everyday Is My Birthday!

Category: Renungan

Begitu bangun tidur, Rasulullah mengajarkan berdoa:
'Alhamdulillaah, alladzie ahyaanaa, ba'da ma amaatana, wa ilaihinnusyuur'
Segala puji bagiMu ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku dan hanya kepadaMu nanti kami semua akan berpulang.

Betapa indah dan dalamnya pesan doa ini, bahwa setiap pagi adalah hari kelahiran sebagaimana
malam adalah malam kematian. Begitu terlahir kembali yang pertama diucapkan adalah rasa syukur pada Allah dan kemudian dilanjutkan dengan salat Subuh. Salat Subuh adalah awal kehidupan baru dimulai.

Apapun yang kita lakukan, kemanapun kaki melangkah tetap yang menjadi tujuan adalah keridhaan Allah. Demikianlah, ketika kesadaran batin itu selalu tertuju pada Allah dan selalu menjaga kondisi itu agar tetap tidak menjauh dari orbit Ilahi, Rasulullah mengajarkan untuk melakukan salat Zuhur, Asar, Magrib dan kemudian Isya.

Ritual salat idealnya lebih dari sekedar peristiwa fisik dan mengulang bacaan doa. Salat juga adalah sebuah peristiwa emosional-spiritual ketika raga-diri yang fitri dan jiwa-ikhlas bertemu Allah Yang Maha Pengasih. Jiwa, ruh kita sesungguhnya setiap saat selalu ingin memperoleh kedamaian ketika merasa dekat dengan Yang Maha Damai [QS Ar Ra'du; 13:28]
Sayangnya daya tarik emosi, pikiran dan kenikmatan fisik lebih dominan sehingga kenikmatan jiwa sewaktu salat sulit diraih.

Padahal jika kita lebih intens menghayati, maka setiap hari adalah hari kelahiran dan juga hari kematian. Setiap hari pula hendaknya kita melakukan pesta tasyakuran dan doa pertobatan pada Allah.

Sungguh manusia terlalu lemah sebagaimana tergambar sewaktu tidur karena tidak bisa menguasai dirinya sendiri bahkan kita tidak sanggup menentukan judul mimpi yang kita inginkan. [Dikutip dari buku Psikologi Kematian - Komaruddin Hidayat - Rektor UIN Syarif Hidayatullah]
***


Happy B'day, semoga panjang dan berkah selalu umurnya. Everyday is my birthday. Be cheerful and let's share happiness!
'thanks to ayah 4 the lovely b'day cake, how a big surprise for me'
'thanks to all my best friends who remember this day and wish me all good things'
-Bunda-

26 March 2007

Membaca Kemalangan

Category: Renungan

Ini kisah tentang seorang petani tua yang bekerja di ladangnya. Suatu
hari kudanya melarikan diri. Mendengar ini, tetangga si petani tua
datang mengunjunginya, dan dengan penuh simpati berkata, "Oh, petani
tua. Sungguh malang nasibmu."
Sang petani pun menjawab, "Mungkin saja."

Keesokan harinya, kuda itu kembali, bersama tiga kuda liar lainnya.
"Sungguh menakjubkan. Betapa beruntungnya nasibmu," seru tetangganya.
Sang petani menjawab, "Mungkin saja."

Hari berikutnya, anak si petani tua mencoba menaiki salah satu kuda yang
masih liar itu. Sang anak terlempar dari punggung kuda yang belum jinak
itu. Kakinya patah. Mendengar ini, tetangganya datang mengunjunginya
untuk memberi simpati atas kemalangannya,
"Oh, petani tua. Betapa malang nasibmu."
Lagi-lagi sang petani menjawab, "Mungkin saja."

Keesokan harinya, seorang pejabat militer datang ke desa dan menyerukan
kewajiban bagi setiap pemuda untuk berperang membela negara. Mengetahui
bahwa kaki anak laki-lakinya patah, pejabat militer itu pun melewatinya.
Para tetangga pun memberi selamat kepada si petani tua atas
keberuntungan nasibnya.
Sang petani tua pun menjawab, "Mungkin saja."

****

Pesan Moral:
Nasib baik dan buruk sebenarnya tergantung dari cara kita memandangnya. Sepanjang kita bersyukur, tidak pernah ada yang buruk yang datang dari-Nya.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. 2:216)

15 March 2007

Met Ultah ke-3 Kakak Naila

Category: Daily Story

Nggak ada pesta, cuma kue dan 3 buah lilin simbol usia yang ke-3. Nggak ada gaun ultah cuma pake piyama krn emang udah waktunya bobok malam pas bunda ma ayah dateng bawa kue ultah.






Tiup lilinnya...tiup lilinnya...tiup lilinnya sekarang jugaaaaaaaa......



Potong kuenya...potong kuenya....potong kuenya sekarang jugaaaaaaa......


Ini kue buat bunda......



Met ultah yg ketiga ya sayang....semoga menjadi anak yang sholehah, cerdas, sehat dan bisa menjadi kebanggan ayah bunda, agama dan negara.

With so much Love,

Bunda

16 February 2007

KEKUATAN CINTA - the end

Category: Renungan
"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak:

"Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."

Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan kekuatan jiwanya.

Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.

Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut. Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.

Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia. Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menangis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.

Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.

Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.

Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia didunia ini.

"Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..."bisiknya mesra sambil tersenyum. Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara. Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami.

Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.

Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua diHeliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak: "Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan."

Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.

Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.

Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.

Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah swt dan bertambahlan rasa cinta kami.

Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup. Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."

Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.
-THE END-

15 February 2007

KEKUATAN CINTA - part 2

Category: Renungan
Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.

Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya.

Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan. Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?

Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi. Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah."

Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir. Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata. Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.

Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!! Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami.

"Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini. Maafkan Kanda!"

"Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telahberpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini. Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru. Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.

Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk diemperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.

Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah. Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.

Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami. Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk 3 bulan.

Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya.Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih.

Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta?

Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta. Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan.Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT.

Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak memperoleh segala cinta di surga. Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya. Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 poud yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.

Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya." Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter.Ada yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan-pertolongan mereka.

Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan Pasha."

Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.

Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.

Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad.


Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku.Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya.Sementara saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.

Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan isteri tercinta.

Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba- Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.

Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita:

Sambil menatap kaki langit
Kukatakan kepadanya
Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring
Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba
Bukan karna ketiadaan kata-kata
Tapi karena kupu-kupu kelelahan
Akan tidur di atas bibir kita
Besok, oh cintaku... besok
Kita akan bangun pagi sekali
Dengan para pelaut dan perahu layar mereka
Dan akan terbang bersama angin
Seperti burung-burung

Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program Magister bersama!
----bersambung------

14 February 2007

KEKUATAN CINTA - part 1

Category: Renungan
"Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai. Kepada Professor dipersilahkan. .."

Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema diseluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.

Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu...

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita... Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah lumpurnya.

Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

****
Tiga puluh tahun yang lalu ...
Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.

Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau kalangan high class yang sepadan!

Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini. Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli.

Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah dengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq. Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen.Tetapi beliau menolak mentah-mentah.

"Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas ayah.
Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.

Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.

Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus.Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya!

Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira.

Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak dilakukan para bangsawan "Pasha". Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan.

Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang keberapa di luar akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri." Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi.
.....bersambung.......

09 February 2007

Kebahagian Hakiki

Category: Renungan
Apa sih yang diharapkan dari suatu pernikahan? pasti semua akan serempak mengharapkan pernikahan yang langgeng dan bahagia. Apakah pernikahan yang langgeng itu pasti bahagia? atau apakah pernikahan yang bahagia itu pasti akan langgeng? Lalu apa hubungannya kebahagiaan dan kelanggengan dalam rumah tangga?

Ada pasangan suami istri yang hidup berkecukupan, tak kurang suatu apapun bahkan bergelimang harta, namun tidak mampu mempertahankan pernikahannya. Padahal dari segi materi bisa dikatakan mereka cukup bahagia. Kebahagiaan materi teraih tatkala semua kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Jelas terbukti bahwa kebahagia materi tidak menjamin kelanggengan pernikahan. Ini semua disebabkan karena ikatan yang terjalin dalam suatu pernikahan hanya sebatas ikatan materi yang tidak cukup kuat mengikat dua hati agar menyatu.

Lain halnya dengan pasangan suami istri yang menganggap bahwa pernikahan itu merupakan ikatan spiritual. Kebahagian spiritual ini tercapai bila salah satu atau kedua belah pihak menganggap bahwa pernikahan yang mereka jalani adalah perjalanan spiritual yang memerlukan pengorbanan dan amal sholeh yang kelak akan berbuah pahala di akherat.
Kebahagiaan spiritual ini cukup berpotensi untuk melanggengkan pernikahan. Namun demikian jenis kebahagian ini belum kokoh sifatnya. Bisa jadi salah satu pihak entah suami atau istri atau malah kedua-duanya merasa tersiksa dan menderita, karena mereka tetap berusaha keras mempertahankan pernikahan demi kebahagian pasangan, anak-anak dan demi memperoleh pahala dari Alloh SWT. Mereka menganggap bahwa dengan mengorbankan perasaan dan diri sendiri dapat menjadi ladang amal dan berbuah pahala nantinya. Sehingga pernikahan pun menjadi langgeng karena pengorbanan itu.
Sepertinya kebahagian spiritual juga belum cukup kokoh untuk menjadi tujuan perkawinan walaupun masih lebih baik dari pada kebahagiaan materi. Lalu kebahagiaan yang mana yang harusnya kita capai dalam suatu pernikahan? Tentunya ini ukuran ideal yang diharapkan setiap pasangan, kebahagiaan hakiki dimana kebahagian materi dan kebahagian spiritual dapat tercapai secara bersamaan.

Jadi tak cuma bahagia materi saja tapi juga secara spiritual. Jika hanya bahagia materi saja yang tercapai namun secara spiritual terabaikan pastilah rumah tangga akan berjalan timpang. Seakan ada ruang kosong yang kering dan belum tersentuh. dan potensi untuk goyah dan tidak langgeng sangat besar. Disinilah fungsi dan peran suami atau istri untuk saling mengisi kekosongan spiritual tersebut. Bukankan menikah itu menggenapkan setengah dien? artinya dengan menikah akan menggenapkan separuh agama dan dengan menikah itu kita harus terus mengisi dan menambah sisi sepiritual kita untuk menggenapkan separuh yang lain. Seperti kutipan hadist berikut:

"Dari Anas ra, dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:“Siapa saja yang menikah, ia telah menguasai separuh agamanya. Hendaklah ia bertakwa (kepada Allah) atas separuh yang lain”. (Diriwayatkan oleh Ibn al-Jawzi)

Fungsi ini terutama sekali harus dimiliki oleh seorang suami sebagai qowwam yang bisa menambah sisi spiritual istri, agar istri terus berkembang. Insyaalloh dengan seperti ini sakinah, mawaddah dan rahmah dapat segera terwujud, karena sakinah itu hanya milik Alloh jadi kita pun harus dekat dengan Alloh.

Allohu a'lam bisshowwab

06 February 2007

Hujan Berkah dan Musibah

Hujan turun hampir tiap hari mengguyur Bogor, dari malam sampai pagi hari. Tak jarang hujan turun dengan deras saat Saya akan berangkat ke kantor seperti pagi ini. Terus terang hal ini sungguh tidak mengenakkan bagi beberapa orang yang akan ke kantor terutama yang menggunakan kendaraan umum termasuk Saya. Malas rasanya harus ngantor dalam kondisi hujan deras seperti ini, jalanan jadi macet, becek, baju jadi agak basah termasuk sendal atau sepatu. Huh..pokoknya bete aja bawaannya kalo memulai hari dengan hujan.

Berbeda sekali dengan apa yang Saya rasakan pagi ini, para tukang ojek payung didepan terminal Baranangsiang itu tampak begitu sukacita menyambut hujan deras pagi ini. Mereka dengan semangat berlari mengejar angkot-angkot yang berhenti guna menawarkan payung mereka untuk mengantar para pemumpang menuju terminal. Sama sekali tak tampak wajah sedih atau bete seperti yang Saya rasakan. Jelas aja mereka senang dengan turunnya hujan karena memang dari hujanlan mereka mengais rejeki.

Jika para pengojek payung di terminal Bogor menyambut datangnya hujan dengan gembira, tidak dengan warga Jakarta. Hujan yang terus mengguyur Bogor dan Jakarta membuat hampir 60% wilayah Jakarta terendam air. Banjir telah melumpuhkan berbagai aktifitas ekonomi masyarakat Jabodetabek. Banyak rumah terendam bahkan hanyut, harta benda pun ikut hanyut bahkan ada nyawa yang melayang. Tentu saja ini bukan salah para tukang ojek payung di terminal bogor yang slalu mengharap turunnya hujan. Karena bagi mereka hujan adalah berkah begitupun bagi para petani di desa.
Tapi jangan salah, banyak pula orang yang menuai berkah dari adanya musibah. Bukan berarti bergembira diatas penderitaan orang lain, tapi ini bisa dianggap sebagai hikmah. Liat saja para tukang ojek motor atau ojek gerobak. Pendapatan mereka meningkat drastis saat banjir kemaren. Ternyata musibah bisa menjadi berkah bagian sebagian orang, termasuk juga Saya, apa pasal? Karena banjir, akses ke kantor terputus maka Saya pun bisa menikmati long weekend bersama Naila. Saya bisa mengantarnya ke sekolah, jalan-jalan dan bermain bersama di rumah.
Jadi, Hujan yang bagi sebagian orang adalah berkah bisa menjadi musibah. Begitu pun dengan musibah. Pasti selalu ada hikmah dibalik setiap musibah yang datang.
Semoga kita bisa memetik hikmah dari setiap musibah yang menimpa kita. Amin

29 January 2007

Energi Pelukan

Category: Renungan
Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah ber'uzlah, beribadah kepada Rabbnya. Telah sekian hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa, dalam puja dan harap pada Dia Yang Menciptanya. Tiba-tiba muncullah sesosok makhluk dalam ujud sesosok laki-laki. "Iqra!" katanya.
Muhammad SAW menjawab, "Aku tidak dapat membaca!" Laki-laki itu merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian mengulang kembali perintah "Iqra!" Muhammad memberikan jawaban yang sama dan peristiwa serupa pun terulang hingga tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat membaca kata-kata yang diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata itu menjadi wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui Jibril, sang makhluk bersosok laki-laki yang menemui Muhammad di gua Hira.

Sepulang dari gua Hira, Muhammad mencari Khadijah isterinya dan berkata, "Selimuti aku, selimuti aku!". Ia gemetar ketakutan, dan saat itu, yang paling diinginkannya hanya satu, kehangatan, ketenangan dan kepercayaan dari orang yang dicintainya. Belahan jiwanya. Isterinya. Maka Khadijah pun menyelimutinya, memeluknya dan mendengarkan curahan hatinya. Kemudian ia menenangkannya dan meyakinkannya bahwa apa yang dialami Muhammad bukanlah sesuatu yang menakutkan, namun amanah yang akan sanggup ia jalankan.

Dalam sebuah pelatihan manajemen kepribadian. Para instruktur yang juga para psikolog tengah mengajarkan berbagai terapi penyembuhan permasalahan kejiwaan. Dari semua terapi yang diberikan, selalu diakhiri dengan pelukan, baik antar sesama peserta maupun oleh instrukturnya.
Namun demikian, mereka mempersilakan peserta yang tidak bersedia melakukan pelukan dengan lawan jenis untuk memilih partner pelukannya dengan yang sejenis. Yang penting tetap berupa terapi pelukan. Menurut mereka, pelukan adalah sebuah terapi paling mujarab hampir dari semua penyakit kejiwaan dan emosi. Pelukan akan memberikan perasaan nyaman dan aman bagi pelakunya.
Pelukan akan menyalurkan energi ketenangan dan kedamaian dari yang memeluk kepada yang dipeluk. Pelukan akan mengendorkan urat syaraf yang tegang.
Hal ini juga dibenarkan dari hasil penelitian bahwa, kita butuh empat kali pelukan per hari untuk bertahan hidup, delapan supaya tetap sehat, dan dua belas kali untuk pertumbuhan. Jika ingin terus tumbuh, kita butuh dua belas pelukan per hari. Pelukan berkhasiat menyehatkan tubuh. Pelukan merangsang kekebalan tubuh kita. Pelukan membuat kita merasa istimewa. Pelukan memanjakan sifat kekanak-kanakan yang ada dalam diri kita. Pelukan membuat kita lebih merasa akrab dengan keluarga dan teman-teman.

Riset membuktikan bahwa pelukan dapat menyembuhkan masalah fisik dan emosional yang dihadapi manusia di zaman serba stainless steel dan wireless ini. Bukan hanya itu saja, para ahli mengemukakan bahwa pelukan bisa membuat kita panjang umur, melindungi dari penyakit, mengatasi stress dan depresi, mempererat hubungan keluarga dan membantu tidur nyenyak. (The Aladdin Factor, Jack Canfield & Mark Victor Hansen.")

Helen Colton, penulis buku The Joy of Touching juga menemukan bahwa ketika seseorang disentuh, hemoglobin dalam darah meningkat hingga suplai oksigen ke jantung dan otak lebih lancar, badan menjadi lebih sehat dan mempercepat proses penyembuhan. Maka bisa dikatakan bahwa pelukan bisa menyembuhkan penyakit "hati" dan merangsang hasrat hidup seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh jurnal Psychosomatic Medicine, pelukan hangat dapat melepaskan oxytocin, hormon yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian. Hormon tersebut akan menekan hormon penyebab stres yang awalnya mendekam di tubuh.

Hasil hasil penelitian tersebut, memberikan keterangan ilmiah atas kecenderungan dalam diri setiap manusia untuk mendapatkan ketenangan dan kehangatan melalui pelukan. Penelitan tersebut memberikan fakta ilmiah atas besarnya energi yang dapat disalurkan melalui pelukan.
***
Sayangnya, banyak dari kita dibesarkan dalam rumah yang di dalamnya pelukan adalah sesuatu yang tidak lazim, dan kita mungkin merasa tidak nyaman minta dipeluk dan memeluk. Kita mungkin pernah digoda sebagai "si anak manja" jika sering memeluk atau dipeluk Ayah, Ibu atau saudara kandung kita. Dan jadilah kita atau remaja-remaja kita saat ini, tumbuh dengan kekurangan energi pelukan.

Bisa jadi, kekurangan energi pelukan ini adalah termasuk salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus ketidakstabilan emosi manusia seperti yang terjadi belakangan ini: tingginya angka kriminalitas dan narkoba pada golongan anak dan remaja, kesurupan di berbagai sekolah dan sebagainya.

Dan bisa jadi, sesungguhnya solusi untuk mengurangi berbagai permasalahan itu sebenarnya sederhana saja: Pemberian pelukan kasih sayang yang banyak kepada anak-anak dari orang tuanya. Bukankah Rasulullah sangat gemar memeluk isteri, anak, cucu, dan bahkan anak-anak kecil di lingkungannya dengan pelukan kasih sayang? Bahkan pernah ada satu kisah ketika Rasulullah mencium dan memeluk cucunya, seorang sahabat menyatakan bahwa hingga ia punya 10 orang anak, tak satu pun yang pernah ia curahi dengan peluk cium.
Rasulullah saat itu berkomentar, "Sungguh orang yang tidak mau menyayang (sesamanya), maka dia tidak akan disayang." (riwayat Al-Bukhari)
***
So mulai sekarang, jangan ragu untuk memeluk ataupun minta dipeluk. Apa yang kita perlukan saat kita marah, sedih ataupun kecewa adalah sebuah pelukan, pelukan sayang dari suami, orang tua atau orang yang kita kasihi.Pelukan itu dapat menenangkan, membuat kita merasa nyaman dan disayang.
Begitu juga setelah adanya perang mulut atau berantem antara suami istri? Saling memeluklah.
Karenan pelukan itu akan menurunkan emosi dan menenangkan hati. Pelukan itu akan merekatkan kembali ikatan cinta antara suami istri setelah luka dan kecewa yang sempat tertoreh. Pelukan itu, akan membuat kehidupan rumah tangga menjadi makin mesra.

Segala sedih, segala marah, segala kecewa, dan segala beban hilang oleh kehangatan pelukan.
Selanjutnya jadikanlah pelukan sebagai suatu kebiasaan dalam menjalani hari-hari.
Hal pertama yang saya inginkan ketika tiba di rumah sepulang dari kantor atau dari bepergian adalah memeluk suami. Memeluknya erat-erat. Itu saja. Tak Lebih.
Hal pertama yang saya inginkan ketika saya bangun dari tidur adalah memeluk dan dipeluk suami saya. Memeluknya kuat-kuat. Itu saja.Bukan yang lainnya.

Jika kami bangun pada jeda waktu yang tak sama, maka 'utang' kebiasaan itu dilakukan setelah shalat lail atau shalat subuh. Jika kami tidur di kamar yang berbeda, biasanya jelang subuh atau habis shubuh, salah satu dari kami akan menyusul yang lainnya. Hanya untuk satu hal saja: memeluk dan dipeluk.

Saat malam menjelang tidur, kami terbiasa tiduran dan saling memeluk, berlama-lama sambil berbincang tentang aktifitas kami seharian. Ada kata-kata yang minimal tiga kali sehari saya ucapkan kepada suami saya, "I Love U" dan "Minta peluk!"

Rasanya ada yang kurang jika kekurangan pelukan dalam sehari. Pelukan memberiku rasa aman dan nyaman. Pelukan, saya rasakan memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun. Berani mencoba???

Source: Milist Daarut Tauhid

19 January 2007

sinar mentari mengakhiri gelapnya malam
indah pelangi menandai henti hujan
jalan hidup tak slamanya kelam
pasti ada pencerahan
'SELAMAT TAHUN BARU 1428 HIJRIYAH'
SEMOGA KITA SEMUA BISA BERHIJRAH MENJADI LEBIH BAIK
DARI TAHUN KEMAREN
AMIN

Numpang Maen...

Category: Daily Story

Thanks God it's Friday.... berarti besok bisa maen or jalan-jalan lagi ma Naila. Sejak kemaren Naila dan mesen pengen ke Gramedia lagi kayak minggu lalu. Sebenernya nggak masalah sih buat bunda, toh bagus untuk memupuk minat baca Naila. Hanya saja sekarang tuh Naila kalo ke gramed nggak seperti dulu yang suka memasuk-masukkan setiap buku yang dia suka lalu dimasukkan ke dalam tas belanjaan. Sejak di gramedia ada counter yang menjual mainan edukatif yang terbuat dari kayu, Naila jadi anteng mainin mainan edukatif yang lagi display. Gimana nggak anteng, lah disitu disediain sample mainan lengkap dengan kursinya.


Naila tampak betah dan menikmati banget tuh mainan. Katanya sama kayak disekolahan. Trus belum lagi berisiknya kalo dia berhasil, plus tepuk tangan sambil teriak "Bunda berhasil.."

Bunda sih seneng banget, berarti bunda nggak perlu lagi mensortir buku-buku yang sudah dimasukkan Naila ke dalam tas belanjaan. Masalahnya, si SPG dari mainan edukatif itu dah gencar membujuk bunda supaya membeli mainan tersebut. Pake muji-muji bahwa Naila cerdas, cepat tanggap memainankan mainan tersebut. Ya, jelas aja kan disekolahnya semua mainannya kayak gitu semua. Cuma bentuknya aja beda-beda tapi manfaatnya sama. Ada yg klasifikasi warna, kalsifikasi bentuk, memindahkan benda, puzzle, dll. Karena bunda nggak pengen tergoda ama tuh SPG, bunda ajak naila untuk berhenti main disitu dan pergi liat-liat buku. Alasannya sih dirumah udah ada lagian kayaknya mayan mahal juga tuh mainan, padahal cuma dari kayu doang. Eh, ternyata Naila nggak mau, dia masih betah dengan mainannya malah dia mulai mainin mainan yang lainnya.

Si SPG mulai berubah raut wajahnya, dia juga ikutan mbujuk Naila supaya nurutin ajakan bunda. Mungkin dia pikir, 'wah ni anak cuma numpang maen doang tapi nggak beli'.

Segala macam cara dah ditempuh untuk mengajak Naila beranjak dari pusat mainan itu tapi Naila nggak berhasil dibujuk. Akhirnya dari pada tengsin udah lebih dari 1/2 jam main disitu, terpaksa bunda membeli satu mainan sesuai pilihan Naila. Dan seperti biasa Naila langsung angkat kaki dari situ dengan rasa puas sambil nyeletuk "sekarang kita cari buku yuk bunda". *Gubrakz* Bisa tekor neh kalo tiap weekend kayak gini.

Tapi kemaren dia sudah berjanji: "Bunda besok ke glamedia ya, nggak beli kok cuma numpang maen aja, bentar aja kok, ya bunda ya?"

Bunda cuma bisa ngangguk sambil berpesan: "kalo diajak pulang harus mau ya, nggak boleh rewel"

****

09 January 2007

Tak Cukup Hanya Cinta

Category: Renungan

"Sendirian aja dhek Lia? Masnya mana?", sebuah pertanyaan tiba-tiba mengejutkan aku yang sedang mencari-cari sandal sepulang kajian tafsir Qur’an di Mesjid komplek perumahanku sore ini. Rupanya Mbak Artha tetangga satu blok yang tinggal tidak jauh dari rumahku. Dia rajin datang ke majelis taklim di komplek ini bahkan beliaulah orang pertama yang aku kenal disini, Mbak Artha juga yang memperkenalkanku dengan majelis taklim khusus Ibu-ibu dikomplek ini. Hanya saja kesibukan kami masing-membuat kami jarang bertemu, hanya seminggu sekali saat ngaji seperti ini atau saat ada acara-acara di mesjid. Mungkin karena sama-sama perantau asal Jawa, kami jadi lebih cepat akrab.

"Kebetulan Mas Adi sedang dinas keluar kota mbak, Jadi Saya pergi sendiri", jawabku sambil memakai sandal yang baru saja kutemukan diantara tumpukan sandal-sendal yang lain. "Seneng ya dhek bisa datang ke pengajian bareng suami, kadang mbak kepingin banget ditemenin Mas Bimo menghadiri majelis-majelis taklim", raut muka Mbak Artha tampak sedikit berubah seperti orang yang kecewa. Dia mulai bersemangat bercerita, mungkin lebih tepatnya mengeluarkan uneg-uneg. Sebenarnya aku sedikit risih juga karena semua yang Mbak Artha ceritakan menyangkut kehidupan rumahtangganya bersama Mas Bimo. Tapi ndak papa aku dengerin aja, masak orang mau curhat kok dilarang, semoga saja aku bisa memetik pelajaran dari apa yang dituturkan Mbak Artha padaku. Aku dan Mas Adi kan menikah belum genap setahun, baru 10 bulan, jadi harus banyak belajar dari pengalaman pasangan lain yang sudah mengecap asam manis pernikahan termasuk Mbak Artha yang katanya sudah menikah dengan Mas Bimo hampir 6 tahun lamanya.

"Dhek Lia, ndak buru-buru kan? Ndak keberatan kalo kita ngobrol-ngobrol dulu", tiba-tiba mbak Artha mengagetkanku. " Nggak papa mbak, kebetulan saya juga lagi free nih, lagian kan kita dah lama nggak ngobrol-ngobrol", jawabku sambil menuju salah satu bangku di halaman TPA yang masih satu komplek dengan Mesjid.
Dengan suara yang pelan namun tegas mbak Artha mulai bercerita. Tentang kehidupan rumah tangganya yang dilalui hampir 6 tahun bersama Mas Bimo yang smakin lama makin hambar dan kehilangan arah.

"Aku dan mas Bimo kenal sejak kuliah bahkan menjalani proses pacaran selama hampir 3 tahun sebelum memutuskan untuk menikah. Kami sama-sama berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja dalam hal agama", mbak Artha mulai bertutur. "Bahkan, boleh dibilang sangat longgar. Kami pun juga tidak termasuk mahasiswa yang agamis. Bahasa kerennya, kami adalah mahasiswa gaul, tapi cukup berprestasi. Walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin tidak meninggalkan sholat. Intinya ibadah-ibadah yang wajib pasti kami jalankan, ya mungkin sekedar gugur kewajiban saja. Mas Bimo orang yang sabar, pengertian, bisa ngemong dan yang penting dia begitu mencintaiku, Proses pacaran yang kami jalani mulai tidak sehat, banyak bisikan-bisikan syetan yang mengarah ke perbuatan zina. Nggak ada pilihan lain, aku dan mas Bimo harus segera menikah karena dorongan syahwat itu begitu besar. Berdasar inilah akhirnya aku menerima ajakan mas Bimo untuk menikah".
"Mbak nggak minta petunjuk Alloh melalui shalat istikharah?", tanyaku penasaran. "Itulah dhek, mungkin aku ini hamba yang sombong,untuk urusan besar seperti nikah ini aku sama sekali tidak melibatkan Alloh. Jadi kalo emang akhirnya menjadi seperti ini itu semua memang akibat perbuatanku sendiri"

"Pentingnya ilmu tentang pernikahan dan tujuan menikah menggapai sakinah dan mawaddah baru aku sadari setelah rajin mengikuti kajian-kajian guna meng upgrade diri. Sejujurnya aku akui, sama sekali tidak ada kreteria agama saat memilih mas Bimo dulu. Yang penting mas Bimo orang yang baik, udah mapan, sabar dan sangat mencintaiku. Soal agama, yang penting menjalankan sholat dan puasa itu sudah cukup. Toh nanti bisa dipelajari bersama-sama itu pikirku dulu. Lagian aku kan juga bukan akhwat dhek, aku Cuma wanita biasa, mana mungkin pasang target untuk mendapatkan ikhwan atau laki-laki yang pemahaman agamanya baik", papar mbak Artha sambil tersenyum getir.

Aku perbaiki posisi dudukku, aku pikir ini pengalaman yang menarik. Rasa penasaran dan sedikit nggak percaya karena Mbak Artha yang aku kenal sekarang adalah tipikal wanita sholehah, berhijab rapi, tutur kata lembut, tilawahnya bagus dan smangatnya luar biasa. Benar-benar jauh dari profil yang di ceritakan tadi. Ternyata benar kata pepatah, bahwa pengalaman adalah guru yang paling berharga. Mungkin bertolak dari minimnya pengetahuan agama, akhirnya mbak Artha berusaha keras untuk meng-up grade diri. Dan subahanalloh hasilnya sungguh menakjubkan. Mbak Artha mekar laksana bunga yang sedang tumbuh di musim semi, tapi siapa sangka ternyata indahnya bunga itu tak lain karena kotoran-kotoran hewan yang menjadi pupuk disepanjang kehidupannya.

Rupanya harapan mbak Artha untuk bisa menimba ilmu agama bersama-sama sang suami tinggal impian. Mas Bimo yang diharapkan bisa menjadi katalisator dan penyemangat ternyata hanya jalan ditempat. Hapalan Juz Amma nya belum bertambah, tilawah Al Qur'an-nya masih belum ada perbaikan masih belum lancar. Sementara kesibukannya sebagai Brand Manager di salah satu perusahaan Telco milik asing, makin menyita waktu dan perhatiannya. Masih syukur bisa mengahabiskan weekend bersama Mbak Artha dan Raihan anak semata wayang mereka, kadang weekend pun mas Bimo harus ke kantor atau meeting dan lain-lain. Tidak ada waktu untuk menghadiri majelis taklim, tadarus bersama bahkan sholat berjama’ah pun nyaris tidak pernah mereka lakukan.

Aku jadi teringat khutbah pernikahanku dengan Mas Adi, waktu itu sang ustad berkata "Rumah tangga yang didalamnnya ditegakkan sholat berjam’ah antara anggota keluarga serta sering dikumandangkan ayat-ayat Allloh akan didapati kedamaian dan ketenangan didalamnya"
"Dhek....", suara mbak Artha membuyarkan lamunanku. "Iya mbak, saya masih denger kok. Saya hanya berpikir ini semua bisa menjadi ladang amal buat mbak Artha", jawabku sigap supaya nggak terlihat kalau emang lagi ngelamun.

"Pada awalnya aku juga berpikir seperti itu dhek. Aku berharap Mas Bimo juga memiliki keinginan yang sama dengan ku untuk memperdalam pengetahuan kami terhadap Islam. Aku cukup gembira ketika mas Bimo menyambut ajakanku untuk sama-sama belajar. Namun dalam perjalanannya, smangat yang kami miliki berbeda. Mas Bimo seolah jalan ditempat. Sempat miris hati ini ketika suatu saat aku meminta beliau menjadi imam dalam sholat magrib. Bacaan suratnya masih yang itu-itu juga dan masih terbata-bata.Aku baru tau bahwa dia belum pernah khatam Qur’an. Harusnya kan suami itu imam dalam keluarga ya dhek?", mata mbak Artha mulai berkaca-kaca.

"Apa harapanku terlalu tinggi terhadap suamiku? Bukankah harusnya suami itu adalah Qowwam, pemimpin bagi istrinya. Lalu bagaimana jika sang pemimpin saja belum memiliki bekal yang cukup untuk menjadi seorang pemimpin?", suara mbak Artha mulai bergetar.

"Terkadang aku ingin sekali tadarus bersama suami, tapi itu semua nggak mungkin terjadi selama suamiku tidak mau belajar lagi membaca Al-qur'an. Aku juga merindukan sholat berjama’ah dimana suami menjadi imannya sementara kami istri dan anak menjadi makmumnya. Apa keinginanku ini berlebihan dhek?", tampak bulir bening mulai mengalir dipipi mbak Artha.

"Berbagai cara sudah ku coba, supaya Mas Bimo bersemangat memperbaiki diri terutama dalam hal ibadah. Tentunya dengan sangat hati-hati supaya tidak menyinggung perasaannya dan supaya tidak berkesan menggurui. Aku mulai rajin mengikuti kajian-kajian keislaman, mencoba sekuat tenaga untuk sholat 5 waktu tepat pada waktunya dan tilawah qur’an setelah sholat subuh. Bahkan berusaha bangun malam menunaikan tahajud serta menjalankan sholat dhuha dipagi hari. Semuanya itu kulakukan, dengan harapan mas Bimo pun akan menirunya. Aku berharap sekali dia terpacu dan semangat, melihat istrinya bersemangat", papar mbak Artha dengan suara yang agak tinggi.

"Tapi sampai detik ini semuanya belum membuahkan hasil. Aku seperti orang yang berjalan sendirian. Tertatih, jatuh bangun berusaha menggapai cinta Alloh. Aku butuh orang yang bisa membimbingku menuju surga. Dan harusnya orang itu adalah Mas Bimo, suami ku"
Kurangkul pundaknya, sambil berbisik "sabar ya mbak, mudah-mudahan semuai harapanmu akan segera terwujud". Mbak Artha tampak agak tenang dan mulai melanjutkan ceritanya.

"Dari segi materi materi apa yang Mas Bimo berikan sudah lebih dari cukup, overall Mas Bimo suami yang baik dan bertanggung jawab. Bahtera rumah tangga kami belum pernah diterpa badai besar, semuanya berjalan lancar. Sampai disuatu saat mbak mulai menyadari sepertinya bahtera kami telah kehilangan arah dan tujuan. Kami hanya mengikuti arus kehidupan yang smakin lama smakin membawa kami kearah yang tidak jelas. Kami sibuk dengan aktifitas kami masing-masing. Kehangatan, kemesraan, ungkapan sayang yang dulu paling aku kagumi dari Mas Bimo sedikit demi sedikit terkikis di telan waktu dan kesibukannya. Dan yang lebih parahnya lagi, unsur religi sama sekali tak pernah di sentuh Mas Bimo sebagai kepala keluarga. Fungsi qowam sebagai pemimpin dalam menggapai cinta hakiki dari Sang Pemilik Cinta, terabaikan. Mungkin karena memang bekalnya yang kurang. Sunguh, harapan menggapai sakinah dan mawaddah serta rahmah semakin hari kian jauh dari pandangan. Rumah tangga kami bagai tanpa ruh dan kering", suara mbak Artha mulai bergetar kembali.

Aku jadi speachless nggak tau musti berkata apa lagi. Ternyata ketenangan rumah tangga mbak Artha, menyimpan suatu bara yang setiap saat bisa membakar hangus semuanya. Hanya karena satu hal, yaitu alpanya sentuhan spritual dalam berumahtangga. Atau mungkin juga adanya ketidaksamaan visi atau tujuan saat awal menikah dulu. Bukankan tujuan kita menikah adalah ibadah untuk menyempurnakan setengah agama. Idealnya, setelah menikah keimanan, ibadah kita makin meningkat. Karena ada suami yang akan menjadi murobbi atau mentor bagi istri, atau kalaupun sebaliknya jika istri yang lebih berilmu tidaklah masalah jika istri yang menjadi mentor bagi suami. Yang penting tujuan menyempurnakan dien guna menggapai sakinah dan mawaddah melalui cinta dan rahmah makin hari makin terwujud. Mungkin itulah sebabnya mengapa kreteria agama lebih diutamakan daripada fisik, harta dan keturunan.

Ternyata cinta saja tak cukup untuk bekal menikah, begitupun dengan harta. Pernikahan merupakan hubungan secara emosional yang harus ditumbuhkan dengan sangat hati-hati, penuh kepedulian dan saling mengisi.Bahkan puncak kenikmatan sebuah pernikahan bukanlah dicapai melalui penyatuan fisik saja melainkan melalui penyatuan emosional dan spiritual. Pernikahan adalah sarana pembelajaran yang terus menerus. Baik untuk mempelajari karakter pasangan ataupun untuk meng upgrade diri masing-masing.

"Dhek Lia....", Mbak Artha membuyarkan lamunanku. "Makasih ya dhek dah mau jadi kuping buat mbak", mbak Artha menggenggam tanganku sambil tersenyum. "Mbak yakin dhek Lia bisa dipercaya, do'akan supaya mbak diberikan jalan yang terbaik sama Alloh".
Aku pun tersenyum, "Insyaalloh mbak, makasih juga dah mau sharing masalah ini dengan saya. Banyak hikmah yang bisa saya dapat dari cerita mbak. Saya masih harus banyak belajar soal kehidupan berumah tangga mbak. Jazakillah".

Tak terasa hampir 2 jam kami ngobrol di teras TPA. Kumandang adzan dhuhur, mengakhiri obrolan kami. Sambil menuju tempat wudhu mesjid untuk sholat dhuhur berja'maah kusempatkam mengirim sms ke mas Adi. "Mas aku kangen, kangen sholat bareng, kangen tadarus bareng cepet pulang ya Mas. Uhibbukafillahi Ta'ala" ***

 
Design by NATTA | Copyright @ ArisYantie - Bunda Naila Themes | Bunda Naila Corpuration