28 October 2005

Audit Ramadhan

Category: Renungan

Duhai Ramadhan.....
Tak terasa waktu ku bersamamu tinggal sejengkal lagi
Belum banyak yang bisa ku lakukan untuk mengisi hari-hari bersamamu
Padahal aku tahu betul bahwa saat bersamamu inilah segala amal dilipat gandakan
Aku pun paham bahwa saat inilah pintu sorga terbuka lebar dan semua syaitan terkekang

Duhai Alloh....
Hamba tidak ingin menjadi orang yang merugi
Hamba ingin mendapatkan ampunanMu
Hamba ingin SorgaMu
Hamba ingin digolongkan menjadi orang yang muttaqin

Tapi nyatanya.....sampai di 10 hari terakhir ini,
Aku masih tak mampu mengekang nafsuku
Tak mampu melawan malasku untuk melantunkan dan mengkaji ayat-ayat Alloh
Tak sanggup mengisi malam-malam ku bersamamu
untuk bermunajat mengharap lailatul qodar yang Alloh janjikan

Astagfirullah......

Ya Rabb,
Masih pantaskah hamba mengharap sorgaMu ?
sementara hamba masih sibuk dengan urusan dunia
Pantaskah hamba mengharap ampunan dariMu?
sedangkan setiap malam mataku selalu terpejam tak pernah bermunajat padaMu
Mungkinkah hamba bertemu lailatul qodar ?
padahal kalamMu jarang kusenandungkan

Duh, Gusti Alloh.....
Sungguh hamba adalah orang yang merugi
menyia-nyiakan Ramadhan yang berikan

Ya Rabb,
Semoga masih belum terlambat bagi hamba untuk menggapai ampunanMu di sisa Ramadhan ini.


Bunda Naila
-Berharap agar bisa bertemu kembali dengan Ramadhan-

27 October 2005

Kamera dan Kaca...

Categories: Celoteh Naila Daily Story

Apa yang special dari kedua benda diatas? Boleh jadi kedua benda tersebut bukan hal yang penting, tapi tidak bagi bunda dan ayah.Kenapa, kok bisa begitu? Read More....

25 October 2005

Do'a Kang Suto

Category: Renungan

Source:Mohammad Sobary, Editor, No.21/Thn.IV/2 Februari 1991


Pernah saya tinggal di Perumnas Klender. Rumah itu dekat mesjid yang sibuk. Siang malam orang pada ngaji. Saya tak selalu bisa ikut. Saya sibuk ngaji yang lain.

Lingkungan sesak itu saya amati. Tak cuma di mesjid. Dirumah-rumah pun setiap habis magrib saya temui kelompok orang belajar membaca Al Quran. Anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak, di tiap gang giat mengaji. Ustad pun diundang.

Di jalan Malaka bahkan ada kelompok serius bicara sufisme. Mereka cabang sebuah tarekat yang inti ajarannya berserah pada Tuhan. Mereka banyak zikir. Solidaritas mereka kuat.
Semangat agamis, pendeknya, menyebar di mana-mana.

Dua puluh tahun lebih di Jakarta, tak saya temukan corak hidup macam itu sebelumnya. Saya bertanya: gejala apa ini? Saya tidak heran Rendra dibayar dua belas juta untuk membaca
sajak di Senayan. Tapi, melihat Ustad Zainuddin tiba-tiba jadi superstar pengajian (ceramahnya melibatkan panitia, stadion, puluhan ribu jemaah dan honor besar), sekali lagi saya dibuat bertanya: jawaban sosiologis apa yang harus diberikan buat menjelaskan gairah Islam, termasuk di kampus-kampus sekular kita? Benarkah ini wujud santrinisasi?

Di Klender yang banyak mesjid itu saya mencoba menghayati keadaan. Sering ustad menasihati, "Hiasi dengan bacaan Quran, biar rumahmu teduh." Para "Unyil" ke mesjid, berpici dan ngaji. Pendeknya, orang seperti kemarok terhadap agama.

Dalam suasana ketika tiap orang yakin tentang Tuhan, muncul Kang Suto, sopir bajaj, dengan jiwa gelisah. Sudah lama ia ingin salat. Tapi salat ada bacaan dan doanya. Dan dia tidak tahu. Dia pun menemui pak ustad untuk minta bimbingan, setapak demi setapak.

Ustad Betawi itu memuji Kang Suto sebagai teladan. Karena, biarpun sudah tua, ia masih bersemangat belajar. Katanya, "Menuntut ilmu wajib hukumnya, karena amal tanpa ilmu tak
diterima. Repotnya, malaikat yang mencatat amal kita cuma tahu bahasa Arab. Jadi wajib kita paham Quran agar amal kita tak sia-sia."

Setelah pendahuluan yang bertele-tele, ngaji pun dimulai. Alip, ba, ta, dan seterusnya. Tapi di tingkat awal ini Kang Suto sudah keringat dingin. Digebuk pun tak bakal ia bisa menirukan pak ustad. Di Sruweng, kampungnya, 'ain itu tidak ada. Adanya cuma ngain. Pokoknya, kurang lebih, ngain.


"Ain, Pak Suto," kata Ustad Bentong bin H. Sabit.
"Ngain," kata Kang Suto.
"Ya kaga bisa nyang begini mah," pikir ustad.

Itulah hari pertama dan terakhir pertemuan mereka yang runyem itu. Tapi Kang Suto tak putus asa. Dia cari guru ngaji lain. Nah, ketemu anak PGA. Langsung Kang Suto diajarinya baca Al-Fatihah.


"Al-kham-du ...," tuntun guru barunya.
"Al-kam-ndu ...," Kang Suto menirukan. Gurunya bilang, "Salah."

"Alkhamdulillah ...," panjang sekalian, pikir gurunya itu.

"Lha kam ndu lilah ...," Guru itu menarik napas. Dia merasa wajib meluruskan. Dia bilang, bahasa Arab tidak sembarangan. Salah bunyi lain arti. Bisa-bisa kita dosa karena mengubah arti Quran.

Kang Suto takut. "Mau belajar malah cari dosa,"gerutunya.


Ia tahu, saya tak paham soal kitab. Tapi ia datang ke rumah, minta pandangan keagamaan saya.

"Begini Kang," akhirnya saya menjawab. "Kalau ada ustad yang bisa menerima ngain, teruskan ngaji. Kalau tidak, apa boleh buat. Salat saja sebisanya. Soal diterima tidaknya, urusan Tuhan. Lagi pula bukan bunyi yang penting. Kalau Tuhan mengutamakan ain, menolak ngain, orang Sruweng masuk neraka semua, dan surga isinya cuma Arab melulu."

Kang Suto mengangguk-angguk. Saya ceritakan kisah ketika Nabi Musa marah pada
orang yang tak fasih berdoa. Beliau langsung ditegur Tuhan. "Biarkan, Musa. Yang penting ketulusan hati, bukan kefasihan lidahnya."

"Sira guru nyong," (kau guruku) katanya, gembira.

Sering kami lalu bicara agama dengan sudut pandang Jawa. Kami menggunakan sikap semeleh, berserah, pada Dia yang Mahawelas dan Asih. Dan saya pun tak berkeberatan ia zikir,
"Arokmanirokim," (Yang Pemurah, Pengasih).

Suatu malam, ketika Klender sudah lelap dalam tidurnya, kami salat di teras mesjid yang sudah tutup, gelap dan sunyi. Ia membisikkan kegelisahannya pada Tuhan.

"Ya Tuhan, adakah gunanya doa hamba yang tak fasih ini. Salahkah hamba, duh Gusti, yang hati-Nya luas tanpa batas ..."

Air matanya lalu bercucuran. Tiba-tiba dalam penglihatannya, mesjid gelap itu seperti mandi cahaya. Terang-benderang. Dan kang Suto tak mau pulang. Ia sujud, sampai pagi ...

ANDAI INI RAMADHAN YANG TERAKHIR

Category:Renungan

Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu siangnya engkau sibuk berzikir
tentu engkau tak akan jemu melagukan syair rindu
mendayu..merayu...kepada-NYA Tuhan yang satu
andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu sholatmu kau kerjakan di awal waktu
sholat yang dikerjakan...sungguh khusyuk lagi tawadhu'
tubuh dan qalbu...bersatu memperhamba diri
menghadap Rabbul Jalil... menangisi kecurangan janji
"innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil 'alamin"
[sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku...
kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekalian alam]

Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tidak akan kau sia siakan walau sesaat yang berlalu
setiap masa tak akan dibiarkan begitu saja
di setiap kesempatan juga masa yang terluang
alunan Al-Quran bakal kau dendang...bakal kau syairkan

Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu malammu engkau sibukkan dengan
bertarawih...berqiamullail...bertahajjud...
mengadu...merintih...meminta belas kasih
"sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi...aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU"

Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu dirimu tak akan melupakan mereka yang tersayang
mari kita meriahkan Ramadhan
kita buru...kita cari...suatu malam idaman
yang lebih baik dari seribu bulan

Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu engkau bakal menyediakan batin dan zahir
mempersiap diri...rohani dan jasmani
menanti-nanti jemputan Izrail
di kiri dan kanan ...lorong-lorong ridha Ar-Rahman

Duhai Ilahi....
andai ini Ramadhan terakhir buat kami
jadikanlah ia Ramadhan paling berarti...paling berseri...
menerangi kegelapan hati kami
menyeru ke jalan menuju ridho serta kasih sayangMu Ya Ilahi
semoga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti

Namun teman...
tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
apakah Ramadhan ini merupakan yang terakhir kali bagi dirinya
yang mampu bagi seorang hamba itu hanyalah
berusaha...bersedia...meminta belas-NYA

Source: Unknown


Bunda Naila
"Duh Gusti Alloh, beri hamba kesempatan agar dapat bertemu kembali dengan Ramadhan"

20 October 2005

Lagu untuk Bunda

Category: Others Daily Story

Agus Triatno
10/20/2005 10:35 AM
To: aris.ariyanti@iff.com
cc:
Subject: sebuah lagu untuk bunda


bunda sayang,
Kalo punya lagunya TANGGA yg berjudul "hebat", coba dengerin ya...
selamat mendengarkan

sedikit syair nya ....
"betapa sempurna dirimu dimata hatiku...
tak pernah kurasakan damai sedamai bersamamu...
kau membuat ku merasa hebat karena.. ketulusan cintamu"

selebihnya silahkan simak lagu ini untuk bunda seorang

love u
ayah

***
Mungkin setelah membaca salinan email diatas Anda merasa geli atau bahkan menganggap norak. Hal itu wajar, karena pada awalnya Saya pun merasa demikian. Namun setelah Saya membacanya ada rasa lain yang Saya rasakan, yaitu rasa bahagia persis seperti sesaat setelah ijab qobul dulu. Sepertinya setelah membaca email itu energi Saya jadi bertambah begitu pula rasa sayang Saya pada suami.

Selama ini mungkin kita Suami Istri, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semua yang dijalani terasa seperti sebuah rutinitas dan kewajiban sebagai seorang suami atau istri. Kemesraan dan kasih sayang yang dulu pada saat awal menikah begitu hangat lama kelamaan mulai pudar oleh waktu dan berbagai persoalan hidup. Yang ada hanya tinggal rutinitas kehidupan yang mungkin terasa hambar.

Saya jadi teringat kebiasaan salah satu teman kantor Saya yang setiap kali menelpon atau ditelpon oleh suaminya selalu mengakhiri telpon dengan kata "I Love You" dan memanggil suaminya dengan panggilan"Honey". Bahkan dia nggak risih meskipun saat menerima atau menelpon tersebut banyak rekan lain yang mungkin bisa mendengar.

Dari situ Saya belajar ternyata memelihara kehangatan cinta kasih itu sangat perlu apalagi dijaman seperti ini, dimana persoalan hidup kadang membuat kita kehilangan romantisme. Rosul pun memiliki panggilan sayang untuk istri beliau Aisyah yaitu Humairah. Intinya romantisme itu perlu dalam berumah tangga. Caranya mengungkapkannya mungkin berbeda untuk setiap pasangan. Mengirim email atau SMS mesra kepada suami kenapa nggak ??? yang penting kan halal 100% :)



Cheers
Bunda Naila
> Ay, Kalo udah baca postingan ini tolong dengerin lagunya Rossa "Wanita yang Kau pilih" yach.......

10 October 2005

Ubaa....

Apaan tuh "Uba"? itulah sebagian besar pertanyaan yang dilontarkan teman atau tetangga ketika mendengar Naila memanggil Saya. Sejak awal Saya pengen nantinya Naila memanggil Saya Bunda. Dulu diawal perkembangan verbalnya dia sudah mampu memanggil Saya dengan mama dan ayahnya dengan papa. Namun karena kami (saya & suami-red) sudah sepakat ingin membiasakan Naila dengan panggilan Ayah & Bunda, akhirnya kami mulai memperkenalkan panggilan tersebut.

Tahap pertama, Naila sudah berhasil memanggil Ayah, dengan jelas dan fasih. Mungkin karena nggak terlalu rumit kali ya. Namun Naila tetep keukeh manggil Saya "Mama", untuk melatihnya setiap dia berusaha memanggil Mama, Saya jawab "Bukan Mama Bunda". Dia pun menirukan "Nda". "Pinter", jawab Saya.

Sebenarnya kemampuan verbal Naila cukup baik. Setiap kata yang dia ucapkan cukup jelas maksudnya, seperti maem, pipis, ikan, bobok, daging, sosis, termasuk memanggil nama seseorang. Bahkan sekarang dia sudah bisa merangkai 2 sampai 3 kata walaupun urutannya kurang benar. Seperti "pus hantem akhang", maksudnya pus (kucing) berantem nakal.

Sampai suatu ketika Naila sedang melihat-lihat album foto dia menyebutkan satu persatu yang ada di foto tersebut. Kebetulan disitu ada foto Kami bertiga, Saya, Naila dan Ayahnya. "Ayah", kata Naila dengan jelas sambil menunjuk foto Ayahnya. Lalu Ayah nanya, "Naila mana?". Sambil menunjuk fotonya dia berkata, "Ailah", maksudnya Naila. "Kalo ini siapa?", tanya Saya sambil menujuk foto Saya. Dengan bersemangat dan setengah berteriak dia menjawab "Ubaaa...."

Gedubraaak.....kok gini jadinya? suami Saya hanya senyum-senyum melihat Saya yang sedang kebingungan. Sampe sekarang pun Naila selalu memanggil Saya dengan Uba, baik saat di telpon maupun waktu dirumah. Namun dengan semangat juang 45, Saya selalu mengajari dia dengan mengeja kata Bun-da, setiap kali dia memanggil Uba. "Bukan Uba sayang, tapi Bun-Da", dan dia menirukan "Nda". "Pinter", jawab Saya. Tapi tetep aja, kalo spontan manggil Saya yang keluar adalah"Uba".

Mudah-mudahan ini semua proses yang harus dilalui, sampai akhirnya dia mampu memanggil Bunda dengan Sempurna. Amin


Cheers
Uba Naila eh...salah Bunda Naila he..he..he..

06 October 2005

Karena kita nggak pernah tahu........

Category: Renungan

Di bulan Ramadhan seperti ini, jumlah peminta-minta kok kayaknya jadi bertambah banyak saja. Ambil saja contoh di lampu merah, di pinggir terminal dan di jembatan penyebrangan yang biasa saya lewati. Mungkin mereka berpikir kalo bulan puasa orang akan lebih banyak beramal dibandingkan hari lainnya. Belum lagi yang meminta-minta dengan mengatasnamakan pondok pesantren atau yayasan yatim piatu serta panitia pembangunan masjid yang biasa beroperasi di bus kota atau KRL.

***
Salah satu teman Saya sebut saja si A pernah bercerita bahwa dia selalu pilih-pilih kalo mau ngasih peminta-minta. Dia tidak akan memberi pada mereka yang masih muda dan segar bugar sebaliknya dia akan memberi jika pengemisnya sudah tua atau anak-anak. Lain lagi dengan si B, Dia malah anti memberikan uang pada peminta-minta di jalanan. Menurut teman saya, itu nggak mendidik dan kadang uang kita malah disalah gunakan buat hal-hal yang tidak baik misal mabok atau judi. Makanya dia memilih untuk tidak memberikannya. Apalagi kalau itu mengatas namakan lembaga tertentu misalnya yayasan anak yatim atau panitia pembangunan masjid, dia nggak bakalan ngasih. Anggapan dia itu adalah mistur (Ngemis yang diatur) kalo mau nyumbang mendingan langsung aja ke yayasan panti asuhannya atau langsung ke mesjidnya. Lebih jelas dan afdhol, katanya.

Lain lagi dengan komentar sopir angkot yang pernah saya ajak ngobrol, "Mereka itu ngemis kan dikoordinir neng, pendapatannya lumayan sehari bisa lebih dari 30.000 bersih artinya sudah dikurangi setoran. Padahal rumahnya dikampung gedhong gedhe, sawahnya juga banyak. Makanya mereka betah jadi pengemis".

Saya juga pernah menerima email forward-an dari teman beberapa waktu yang lalu, dari sebuah lembaga yang isinya menghimbau kita supaya berhenti memberikan uang kepada para peminta-minta dan anak jalanan dengan maksud agar mendidik mereka. Karena selama ini mereka selalu kabur dari tempat penampungan untuk direhabilitasi dan kembali ke jalanan. Harapannya, mereka tidak akan kabur lagi karena di jalanan sudah tidak ada lagi yang memberi uang.

Semua hal diatas mengingatkan Saya pada kebiasaan ibu yang senang mengumpulkan uang logam 500-an. Beliau selalu sedia uang receh yang dibungkus plastik kiloan dalam setiap perjalananya menuju Bogor, saat akan mengunjungi Saya. Begitu pun saat akan kembali ke kampung. Saya selalu dimintai tolong untuk menukarkan uang receh ke pom bensin. Pernah Saya tanyakan, "untuk apa uang receh sebanyak itu ma?" Dengan enteng beliau menjawab, "Saat bis berhenti di agen/terminal suka ada yang ngamen atau minta sumbangan"

Bahkan pernah suatu ketika beliau Saya ajak naik KRL dari Depok ke Bogor, beliau selalu memberikan uang receh kepada setiap peminta-minta, pengamen atau pun peminta sumbangan yang masuk ke KRL. Sampai akhirnya persediaan recehnya habis setelah melalui 4 stasiun, ya jelas aja habis lha jumlah pengamen, peminta-minta dan pencari sumbangan di KRL kan nggak kehitung jumlahnya.
Lalu Saya bilang, "Ma, di KRL ini banyak banget yang minta-minta, mendingan Mama pilih-pilih aja yang mau dikasih. Yang masih sehat dan segar bugar nggak usah dikasih. Kalo pengamen yang cacat atau anak kecil aja yang dikasih, soalnya kalo yang muda suka dibuat yang nggak-nggak", terang Saya sok tahu. "Kalo mama mau shodaqoh ke masjid atau yayasan yatim piatu mendingan langsung aja ma ke masjidnya biar jelas dan pasti dapet pahala, kadang mereka hanya merekayasa mengatasnamakan mesjid untuk meminta-minta", tambah saya lagi.

Dengan pelan beliau menjelaskan, "Kalo mau berbuat baik pada orang lain nggak usah pilih-pilih apakah dia tua, muda, cacat atau sehat. Pokoknya tujuan mama cuma memberi dengan ikhlas, setelah itu terserah mau mereka apakan uang itu, syukur-syukur digunakan untuk hal yang baik". "Jangan berprasangka buruk pada orang lain kalo ternyata benar dia dari panitia masjid berarti kita sudah melewatkan kesempatan untuk bisa beramal, intinya memberi aja nggak usah mikir yang macem-macam apakah benar untuk mesjid atau tidak. Kalaupun nggak itu kan urusan mereka bukan kita. Memangnya kita tahu perbuatan kita yang mana yang akan mendapatkan pahala dari Alloh? apakah kalo nyumbang langsung ke masjid pasti dapet pahal? Gimana kalo ternyata disertai riya'? Soal pahala itu urusan Alloh", tambahnya lagi.


Saya hanya diam dan merenungi apa yang dikatakan Ibu. "Kamu dengar kan tadi, beberapa dari mereka begitu tulus berterima kasih dan mendoakan kita, padahal kita hanya memberi 500 perak. Mungkin saja do'a mereka lah yang didengar dan dikabulkan Alloh, siapa yang tahu ?" tambahnya lagi.

***
Sampai sekarang kalo pas ketemu sama peminta-minta atau pun pencari sumbangan saya selalu teringat ucapan ibu dan Saya pun tidak bingung lagi mesti berbuat apa. Karena memang kita nggak pernah tau amalan kita yang mana yang akan mendapat pahala dari Alloh.


Bunda Naila
I miss u Mom, kapan ke Bogor lagi ???

03 October 2005

Dirapel !!

Alhamdulillah, setelah hampir 2 bulan nggak ngeblog akhirnya sore ini Bunda sempet nulis lagi :) Jujur (kayak lagunya Raja-red) sebenarnya kangen banget untuk cerita setiap kejadian yang Bunda alami, jari-jari ini juga gatel pengen ngebales setiap pesan yang ada, tapi apa daya waktu dan tenaga sangat terbatas. Kalo udah kayak gini berarti kita harus pakai skala prioritas, bukan berarti ngeblog nggak penting lho, bahkan setiap memulai hari selalu Bunda sempetin buat ngelirik shoutbox, dengan membaca setiap sapa dari sahabat-sahabat tersayang, Bunda jadi lebih semangat memulai hari dengan sebuah tekad "Ntar kalo udah agak longgar, Bunda akan balas maen".

Makasih Banget
Buat semua sahabat, yang udah mau mampir walaupun nggak ada sesuatu yang baru di blog Bunda. Dari lubuk hati yang dalam Bunda bersyukur punya banyak sahabat yang masih perhatian. Buat para sahabat baru, insyaalloh Bunda akan berkunjung balik, biar banyak sodara gittu lloh. Sekali lagi makasih buat kunjungan dan perhatiannya. Semoga tali silaturahmi antara kita tetap terjaga. Amin

Kemana Aja seh ??
Menjawab pertanyaan beberapa sahabat di shoutbox, kemana aja sih selama ini? kok nggak pernah on line? Sebenarnya setiap saat baik lagi di kantor, di rumah ataupun pas tugas keluar kota Bunda sempetin kok nengok blog. Cuma untuk posting, kayaknya belum bisa. Dalam 2 bulan terakhir emang sedang banyak sekali pekerjaan yang mengharuskan Bunda sering pergi keluar kota. Nggak cuma itu datelinenya pun sangat banyak dan semuanya harus kelar sebelum ramadhan. Alhamdulillah, semua berjalan lancar dan sesuai jadwal.

Copy Darat bersama Jeng Isna & Avie Jogja
Inilah enaknya punya banyak teman dan saudara. Walaupun sedang jauh dari keluarga tapi tetep ngerasa punya keluarga. Buat Jeng Isna dan Avie thanks banget yach udah mau menyempatkan diri bertemu Bunda, padahal waktu itu Jeng Isna sedang dalam masa penyembuhan lho. Ma'af waktu ke Jogja yang ke-2 nggak sempet nelpon Jeng Isna lagi, takut ngerepotin :) lagian di Jogjanya cuma sebentar. Tapi udah sempet ngunjungi Mirota Batik dan Karita, seperti saran Jeng Isna:)
Marhaban Ya Ramadhan
Namanya juga rapelan, jadi semuanya di jadiin satu:) Termasuk ucapan selamat menunaikan Ibadah Puasa bagi semua teman dan sahabat. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak berkenan ataupun khilaf yang pernah dilakukan. Semoga Ramadhan kali ini dapat kita jalani dengan baik dan hari-hari kita diisi dengan amal ibadah dan semoga kita tergolong dalam kelompok orang-orang yang bertaqwa. Amin
Bunda Naila

 
Design by NATTA | Copyright @ ArisYantie - Bunda Naila Themes | Bunda Naila Corpuration