06 October 2005

Karena kita nggak pernah tahu........

Category: Renungan

Di bulan Ramadhan seperti ini, jumlah peminta-minta kok kayaknya jadi bertambah banyak saja. Ambil saja contoh di lampu merah, di pinggir terminal dan di jembatan penyebrangan yang biasa saya lewati. Mungkin mereka berpikir kalo bulan puasa orang akan lebih banyak beramal dibandingkan hari lainnya. Belum lagi yang meminta-minta dengan mengatasnamakan pondok pesantren atau yayasan yatim piatu serta panitia pembangunan masjid yang biasa beroperasi di bus kota atau KRL.

***
Salah satu teman Saya sebut saja si A pernah bercerita bahwa dia selalu pilih-pilih kalo mau ngasih peminta-minta. Dia tidak akan memberi pada mereka yang masih muda dan segar bugar sebaliknya dia akan memberi jika pengemisnya sudah tua atau anak-anak. Lain lagi dengan si B, Dia malah anti memberikan uang pada peminta-minta di jalanan. Menurut teman saya, itu nggak mendidik dan kadang uang kita malah disalah gunakan buat hal-hal yang tidak baik misal mabok atau judi. Makanya dia memilih untuk tidak memberikannya. Apalagi kalau itu mengatas namakan lembaga tertentu misalnya yayasan anak yatim atau panitia pembangunan masjid, dia nggak bakalan ngasih. Anggapan dia itu adalah mistur (Ngemis yang diatur) kalo mau nyumbang mendingan langsung aja ke yayasan panti asuhannya atau langsung ke mesjidnya. Lebih jelas dan afdhol, katanya.

Lain lagi dengan komentar sopir angkot yang pernah saya ajak ngobrol, "Mereka itu ngemis kan dikoordinir neng, pendapatannya lumayan sehari bisa lebih dari 30.000 bersih artinya sudah dikurangi setoran. Padahal rumahnya dikampung gedhong gedhe, sawahnya juga banyak. Makanya mereka betah jadi pengemis".

Saya juga pernah menerima email forward-an dari teman beberapa waktu yang lalu, dari sebuah lembaga yang isinya menghimbau kita supaya berhenti memberikan uang kepada para peminta-minta dan anak jalanan dengan maksud agar mendidik mereka. Karena selama ini mereka selalu kabur dari tempat penampungan untuk direhabilitasi dan kembali ke jalanan. Harapannya, mereka tidak akan kabur lagi karena di jalanan sudah tidak ada lagi yang memberi uang.

Semua hal diatas mengingatkan Saya pada kebiasaan ibu yang senang mengumpulkan uang logam 500-an. Beliau selalu sedia uang receh yang dibungkus plastik kiloan dalam setiap perjalananya menuju Bogor, saat akan mengunjungi Saya. Begitu pun saat akan kembali ke kampung. Saya selalu dimintai tolong untuk menukarkan uang receh ke pom bensin. Pernah Saya tanyakan, "untuk apa uang receh sebanyak itu ma?" Dengan enteng beliau menjawab, "Saat bis berhenti di agen/terminal suka ada yang ngamen atau minta sumbangan"

Bahkan pernah suatu ketika beliau Saya ajak naik KRL dari Depok ke Bogor, beliau selalu memberikan uang receh kepada setiap peminta-minta, pengamen atau pun peminta sumbangan yang masuk ke KRL. Sampai akhirnya persediaan recehnya habis setelah melalui 4 stasiun, ya jelas aja habis lha jumlah pengamen, peminta-minta dan pencari sumbangan di KRL kan nggak kehitung jumlahnya.
Lalu Saya bilang, "Ma, di KRL ini banyak banget yang minta-minta, mendingan Mama pilih-pilih aja yang mau dikasih. Yang masih sehat dan segar bugar nggak usah dikasih. Kalo pengamen yang cacat atau anak kecil aja yang dikasih, soalnya kalo yang muda suka dibuat yang nggak-nggak", terang Saya sok tahu. "Kalo mama mau shodaqoh ke masjid atau yayasan yatim piatu mendingan langsung aja ma ke masjidnya biar jelas dan pasti dapet pahala, kadang mereka hanya merekayasa mengatasnamakan mesjid untuk meminta-minta", tambah saya lagi.

Dengan pelan beliau menjelaskan, "Kalo mau berbuat baik pada orang lain nggak usah pilih-pilih apakah dia tua, muda, cacat atau sehat. Pokoknya tujuan mama cuma memberi dengan ikhlas, setelah itu terserah mau mereka apakan uang itu, syukur-syukur digunakan untuk hal yang baik". "Jangan berprasangka buruk pada orang lain kalo ternyata benar dia dari panitia masjid berarti kita sudah melewatkan kesempatan untuk bisa beramal, intinya memberi aja nggak usah mikir yang macem-macam apakah benar untuk mesjid atau tidak. Kalaupun nggak itu kan urusan mereka bukan kita. Memangnya kita tahu perbuatan kita yang mana yang akan mendapatkan pahala dari Alloh? apakah kalo nyumbang langsung ke masjid pasti dapet pahal? Gimana kalo ternyata disertai riya'? Soal pahala itu urusan Alloh", tambahnya lagi.


Saya hanya diam dan merenungi apa yang dikatakan Ibu. "Kamu dengar kan tadi, beberapa dari mereka begitu tulus berterima kasih dan mendoakan kita, padahal kita hanya memberi 500 perak. Mungkin saja do'a mereka lah yang didengar dan dikabulkan Alloh, siapa yang tahu ?" tambahnya lagi.

***
Sampai sekarang kalo pas ketemu sama peminta-minta atau pun pencari sumbangan saya selalu teringat ucapan ibu dan Saya pun tidak bingung lagi mesti berbuat apa. Karena memang kita nggak pernah tau amalan kita yang mana yang akan mendapat pahala dari Alloh.


Bunda Naila
I miss u Mom, kapan ke Bogor lagi ???

3 comments:

widya said...

aku setuju dengan pendapat ibu yanti, kalo mo berbuat baik, gak usah mandang orang, tempat, keadaan, pokoknya kalo saat itu hati kita ikhlas ya kasih aja. Intinya memberi hanya mengharap Ridho Allah semata, bukan begitu yak ?

Bunda RaRa said...

yup, bener banget.. klo emng mo ngasih,..ngasih aja, yang penting tangan kiri jgn sampe tau tangan kanan, gitu yah bu?

Anonymous said...

Hmm.. kalo aku termasuk yg gak mau ngasih ke anak jalanan. Jujur banget ya, aku nggak ikhlas. Dengan aku memberi, seakan2 memberi legalitas pada 'yang ngatur' untuk terus2an nyuruh mereka ngemis. Mungkin aku jahat ya, dan nggak se'luhur' oran2 yg mampu memberi siapapun dengan ikhlas. Tapi kadang aku mikir, aku cari duit juga ga gampang, ngorbanin waktu sama anak, stress kalo dikejar deadline, dan mereka dengan enaknya ngemis? Waaaa...

 
Design by NATTA | Copyright @ ArisYantie - Bunda Naila Themes | Bunda Naila Corpuration