19 November 2005

Semangkuk Mie

Category: Renungan

Malam itu Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Setelah berjalan jauh, ia baru menyadari, bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Ketika melewati kedai bakmi dan mencium harumnya aroma masakan, perutnya menjadi terasa sangat lapar. Namun ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu ia bertanya, "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi ?" "Ya, tetapi aku tidak membawa uang," jawab Ana dengan malu-malu.
"Tidak apa-apa, aku akan memberimu bakmi tanpa harus membayar," jawab si pemilik kedai. "Silakan duduk, aku akan memasakan bakmi untukmu."
Tak lama kemudian pemilik kedai mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
"Ada apa non ?" tanya si pemilik kedai.
"Tidak apa-apa. Aku hanya terharu," jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
"Kau seorang yang baru kukenal, tetapi begitu perduli padaku, sementara ibu kandungku sendiri telah mengusirku setelah bertengkar denganku, bahkan mengatakan agar jangan kembali lagi kerumah," jelasnya kepada pemilik kedai.

Mendengar ucapan Ana, pemilik kedai menarik nafas panjang dan berkata "Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu sejak kau kecil sampai saat ini. Mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya ? Kau malah bertengkar dengannya".

Ana terhenyak mendengar hal itu. Ana segera menghabiskan bakminya, lalu menguatkan hati untuk segera pulang ke rumah. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus di ucapkan kepada ibunya.

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas.
Kalimat pertama yang ia dengar dari ibunya adalah "Ana, kau sudah pulang, cepat masuklah,
Ibu telah menyiapkan makan malam untukmu. Makanlah dulu sebelum kau tidur." Saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan iapun menangis di depan ibunya.

Source: Unknown

***
Kita sering menganggap pengorbanan orang tua kita merupakan suatu proses alami yang biasa-biasa saja, seakan-akan semua itu memang sudah kewajiban orang tua. Terkadang kita pun kadang lupa kewajiban kita sebagai anak dan hanya menuntuk haknya saja.

Sesunguhnya kasih dan keperdulian orang tua kita adalah nikmat paling berharga yang diberikan Allah pencipta sejak kita lahir.

Dedicated to my brother Faris, keep the hidayah and istiqomah.

Cheers
Bunda Naila

1 comments:

widya said...

hidup emang penuh dengan pilihan ya yan, tinggal kita aja pinter-2 memilih kehidupan yang mana yang harus kita pilih & jalani. Begitukah ?

 
Design by NATTA | Copyright @ ArisYantie - Bunda Naila Themes | Bunda Naila Corpuration