Bagi Anda yang biasa pulang dan pergi kekantor menggunakan jasa bis kota mungkin sudah tidak asing lagi dengan kehadiran para pengamen didalam bis kota. Tak jarang dari kita termasuk Saya kadang merasa kesal atau sebal dengan kehadiran mereka. Karena kita berharap saat didalam bis kita dapat sedikit istirahat minimal untuk menambah tenaga agar bisa kembali kerumah ataupun melanjutkan kantuk yang masih tersisa karena harus berangkat pagi-pagi sekali. Namun niat ini gagal total karena kehadiran para musisi bis kota tersebut.
Apalagi kalo suara dan lagu sang pengamen sangat pas-pasan bahkan bisa dibilang ancur. Yang ada bukan istirahat melainkan sakit telinga dan bete karena ulah pengamen bis kota tersebut. Bahkan sampai ada istilah "Zona Pengamen" bagi kami yang biasa naik bis AC Jakarta-Bogor, yaitu kami selalu berusaha menghindari duduk dideretan bangku ke 5-7 dari depan karena disinilah biasanya pengamen berlokasi.
Seperti pengalaman saya sore itu, seperti biasanya saya pulang naik bis AC Jakarta-Bogor. Kebetulan bis sudah agak penuh.Yang tersisa hanya bangku di zona pengamen. Karena ingin cepat sampe rumah saya pun rela duduk di zona tersebut dengan satu harapan mudah-mudahan nggak ada pengamen yang masuk ke bis ini. Rupanya harapan saya tak sesuai kenyataan, tidak lama setelah mobil berjalan menuju tol, muncullah 2 orang bocah laki-laki yang membawa sebuah gitar kecil dan satu buah bekas botol minuman yang diisi beras. Mereka berdiri tepat disamping saya walaupun sedikit kebelakang. "Wah, nggak jadi tidur nih", pikir saya. Apalagi yang ngamen anak-anak pasti nyanyinya juga asal.
Setelah mengucapkan kalimat pembuka, dua orang bocah kecil itupun mulai menyanyikan sebuah lagu. Suaranya memang pas-pasan, petikan gitarnya juga biasa saja. Namun syair dari lagu itu yang sempat membuat saya sedikit tertegun dan merenung.
Begini kira-kira syair lagunya:
.....
ternyata begitu berat
jalankan semua printahMu
bekerja dan terus bekerja
tak kenal lelah dan tak kenal waktu
gema adzan subuh, kami masih terlelap
gema adzan dhuhur, kami sibuk bekerja
gema adzan ashar, kami geluti dunia
gema adzan magrib, kami diperjalanan
gema adzan isya', lelah tubuhku tuhan
tak pernah lagi, kubaca firmanMu
pantaskah surga untukku ?
........
*dezigh* rasanya seperti ditampar diri ini oleh lagu tersebut. Sungguh saya merasa itu lagu kok ya pas banget jadi soundtrack para pekerja seperti Saya. Kalo untuk subuh mungkin nggak terlalu ada masalah karena memang biasanya kita dituntut harus pagi-pagi kekantor, tapi bagaimana dengan dzuhur yang selalu diakhirkan karena sedang dikejar deadline atau atau meeting. Bahkan mungkin kita juga sering sholat dhuhur menjelang ashar. Astagfirullah.
Belum lagi saat magrib yang lebih sering di jama' dengan isya' karena kita masih dalam perjalanan. Tilawah alqur'an saja hanya bisa dilakukan seminggu sekali itu pun kalo tidak ada acara di akhir pekan. Sholat dhuha saja cuma 2 rakaat itupun kalau tidak ada meeting pagi, apalagi sholat rawatib, hampir jarang dilaksanakan. Astagfirullah
Saya nggak tahu pasti itu lagu komersial atau memang lagu ciptaan para musisi jalanan. Whoever the creator, Saya harus berterima kasih karena syairnya yang telah mengingatkan saya kembali akan hakikat hidup ini. Tidak perduli siapapun yang menyampaikannya kalo itu mengandung nilai kebenaran sepatutnya bisa kita jadikan bahan renungan.
Terima kasih ya Rabb, melalui 2 bocah pengamen bis ini Engkau telah ingatkan hambaMu yang mulai terpedaya oleh urusan dunia. Melalui lagu itu Saya bisa bermuhasabah, agar tidak terus terbawa arus dunia dan untuk terus memperbaiki diri. Walaupun awalnya mungkin sangat berat namun kita tetap harus semangat, bahwa Alloh lah tujuan dari setiap apa yang kita perbuat termasuk bekerja. Isyaalloh dengan usaha yang keras untuk terus memperbaiki diri alloh akan memudahkannya. Sesungguhnya tiada daya dan upaya kecuali dari Alloh semata.
Wallahu’alam bishshowab
-satu episode dalam usaha tuk terus memperbaikai diri-